Haloo sobat blogger, bagaimana nih kabarnya, wah, kangen rasanya setelah beberapa hari absen dari dunia yg satu ini, pastinya saya sudah ketinggalan banyak berita dari sobat blogger semua ya. Hmm … Setelah melewati perjalanan yg panjaaang kemarin, sebenarnya bukan perjalanannya yg jauh / gimana, tapi pengalamannya sob yg agak bikin bulu kuduk berdiri alias merinding. Tapi bukan sejenis setan / binatang yg bikin merinding sob, melainkan dari perjalanan ini, saya bisa melihat temen saya kelojotan kangen istrinya, padahal sebelumnya … ???
Jadi begini ceritanya, senin (13/2/12) jam 05.30 pagi sekali kami meluncur dari Jakarta menuju tempat yg semalam sebelumnya di ceritakan oleh temanku “ini adalah tempat yg sangat jarang di sentuh oleh tangan manusia sob”, katanya. Kalimat itu yg membuat rasa penasaran sekaligus bersemangat untuk segera mengetahuinya.
Kebetulan jarak lokasinya gak terlalu jauh, sekitar enam jam dari Jakarta untuk sampai ke desa terakhir itu, terletak di sekitar daerah tiiittt (sensor). Posisi tepatnya tak saya sebutkan ya, bukannya gimana-gimana sob, tapi demi menjaga sisi naturalisasi dan mencegah explorasi yg besar nantinya, sehingga bisa menyebabkan kerusakan, hehe … lanjut.
Bermodalkan informasi yg didapat dari penduduk setempat tanpa bantuan peta, kompas, GPS dan alat navigasi lainnya, kami berdua meluncur ke lokasi virgin tersebut, tapi tetep di temani seorang penduduk desa yg pernah kesana. Konon disana terdapat sebuah sungai yg mempunyai aliran air yg sangat deras dan sangat dingin, penduduk setempat meng andai kannya sedingin salju lho. Nah, sungai itu lah yg di sebut jarang terjamah manusia, Mungkin karena terletak di dalam hutan yg tak ternama kali ya. Wah, makin penasaran ini.
Untuk menuju kesana di perlukan waktu sekitar 9 jam paling cepat, melewati 3 bukit, dan beberapa anak sungai, mungin nanti baru emaknya kali ya, itu menurut penduduk yg mengantar kami. Tanpa banyak bla .. bla .. kami segera saja melakukan perjalanan ini, kerna waktu yg terbatas dan dorongan rasa pensaran yg besar.
Pemandangan dari bukit pertama sob ... |
Ternyata, hutan disana sangat lebat, berbeda dgn hutan yg pernah saya datangi sebelumnya sob, saking lebatnya, hari yg terang benderang saja menjadi seperti sore hari kalau di dalam hutan situ, dalam keadaan yg gelap inilah kami harus waspada, mengingat masih banyak babi hutan yg suka lalu lalang sambil cengar cengir minta dirayu, hehe, maklum, hanya kami cowok cowok kece sih di hutan itu, hehe…
Si Akang sibuk ngapain ya ... |
Singkat cerita, Hari semakin senja dan keadaan semakin gelap di dalam sana, hujan pun mulai turun, akang pemandu kami menyarankan untuk menghentikan perjalanan, karena bagi dia terlalu beresiko kalau di teruskan, di tambah kondisi jalur yg benar benar tak terlihat, karena kabut jg mulai merambat turun dgn teratur. Setelah mendirikan tenda yg memang kami bawa, segera saja kami beristirahat tentunya setelah melahap makanan yg sudah kami masak sebelumnya.
Sungai di sebelum bukit nih ... |
Malam itu suara petir terus menyambar, hujan yg lebat semakin dahsyat di temani angin yg mulai kencang dan menggoyang-goyangkan tenda kami, tiba-tiba terdengar suara kegaduhan dari sisi kanan belantara yg kami tempati tersebut, dan memang, tak lama kemudian terlihat segerombolan babi hutan telah asik berlarian, mungkin menuju tempat peraduannya.
Jam baru saja menunjukan arah pukul Sembilan malam itu, dimana hujan baru mulai reda, karena kantuk tak kunjung datang dan bosan berada di dalam tenda, akhirnya saya putuskan untuk keluar tenda sekedar melihat kondisi diluar sekalian menghirup udara malam itu, tapi baru saja membuka pintu tenda kami, sang pemandu yg sejak tadi tertidur pulas tiba-tiba saja terbangun dan melarang saya untuk keluar dari tenda, “banyak ular mas” katanya. Berhubung saya agak ngawur, tetap saja saya keluar dari dalam tenda, begitu tubuh ni sudah berada di luar tanpa perlindungan tenda, udara yg pertama kali saya hirup sangatlah menyegarkan, headlamp yg biasa saya gunakan pun sudah saya nyalakan, dan ketika melihat kearah atas sebuah pohon, dammm … ternyata benar sob, ada dua ekor ular yg sedang asik ngobrol, tak jelas berapa ukurannya, sekilas saya lihat corak batiknya dan diameternya kira-kira sebesar pergelangan tangan manusia normal.
Segera saja, dgn tindakan spontan saya menjauhi pohon tersebut, sambil mengatur langkah teratur, tentunya agar si ular gak kaget toh, teman saya yg ikut keluar tenda bersama saya tadi terlihat menahan tawa, melihat air muka saya yg terkaget tersebut, hmmm … kalau saja bukan dalam kondisi becek dan basah serta gelap seperti itu, tentunya sudah saya getok tuh kepalanya, namun apalah daya sob, berhubung kondisi, ya akhirnya saya jg ikut menahan tertawa, sampai terbatuk batuk malah.
Akhirnya dari pd riweh, segera saja kami masuk tenda dan memilih tertidur di dalam kantung tidur masing-masing untuk mengumpulkan tenaga demi perjalan besok lagi.
***
Pukul 5 pagi, saya sudah terbangun (14/2/2012) namun suara gemiricik hujan masih terdengar dgn jelas dari luar tenda sob, dan memang sepertinya hujan menemani tidur pulas kami malam itu, dari pd bengong segera saja saya raih kompor, gas dan nesting (wadah yg biasa digunakan untuk memasak) untuk membuat kopi sekaligus sarapan untuk pagi itu. Dua manusia yg sedang terlelap jg tak kalah beringasnya ketika ku pukulkan dua buah nesting dgn sangat keras sambil ku teriakan suara penuh kegaduhan “bangun bangun, jam berapa ini”, hehe mereka bangun sambil sewot, bersungut sungut sob, kesel kali ya, lagi tidur di recokin sama suara ngejreng, tapi mau bagaimana lagi waktu terus berjalan dan saya gak mau kehabisan waktu dalam perjalanan itu.
Hingga pukul 08.00 hujan belum jg berhenti, dari pd berlama disitu gak jelas, terpaksa perjalanan kami lanjutkan dgn menembus hujan menempuh bukit selanjutnya. Kala itu matahari seperti sangat sombong sob, jelas sudah hingga pukul sebelas siang dia baru menampakan dirinya, memberikan sedikit kehangatan pd kami.
sungai sebelum hutan lagi ... |
Ternyata menembus bukit yg kedua ni tak seperti bukit pertama kemarin sob, selain hutan yg lebih gelap dan lembab, jalur perjalananpun sama sekali tak ada, sitidaknya tiga kali kami mutar muter gak jelas arah mencari jalur yg sedikit terbuka, namun usaha itu tak membuahkan hasil, di guyur hujan sepanjang perjalanan dan udara yg terus mendingin, membuat kondisi tubuh kami sedikit lemah, untuk menghangatkan seisi tubuh ini, kuusahakan untuk berhenti sejenak sembari memakan sedikit persediaan makanan kami dan secangkir kopi dgn harapan kondisi bisa prima lagi.
Sambil istirahat itulah, sesekali terdengar suara batuk dari mulut temanku ni sob, sepertinya udara dingin sudah masuk tubuhnya (masuk angin) awalnya suara batuk itu hanya sesekali, namun setelah berjalan dua jam dan si akang seperti kehilangan arah, suara batuk teman ku ni semakin kencang terdengar seperti tiada henti. “wah gawat ini” pikirku.
Tempatnya enak sob untuk makan siang .... |
“break” kataku, memberi tanda agar si akang dan teman ku yg berjalan didepanku segera berhenti sejenak, kutanyakan sama si akang “bagaimana kang, jalurnya benar ini?”, karena kurasa dari tadi kami hanya berputar putar saja, gak jelas kearah mana kami melaju. “jujur kang, saya bingung, dari tadi kok kayanya kita muter muter terus ya” sahut si akang, kali ni terlihat raut yg cemas dari mukanya. wah, ternyata bener soal firasatku ini.
Temanku yg sedari tadi terbatuk batuk gak mengeluarkan suara apapun selain batuk yg semakin kencang, kulihat lagi raut wajahnya, sepertinya mengisaratkan agar kami kembali kebukit pertama lagi. “ya sudah kang, kita balik lagi aja ya, sepertinya gak beres kalo diterusin ini”. si akang mengiyahkan saja. Hmmm … jelas sudah, kami telah tersesat, si akang yg tahu jalur saja nurut ketika di ajak balik lagi.
Kali ini, untuk perjalanan balik terpaksa saya harus mengambil posisi depan sob, dari pd si akang nanti nyasar lagi, lagipula saya punya kebiasaan mengingat arah jalur yg pernah terlewati, seperti tersimpan gitu dalam memori otak ini, aneh memang.
Singkatnya, sekitar pukul 10 malam, kami baru sampai pd tempat pertama kali kami mendirikan tenda, hari itu terasa berat sob, ya berat, karena selain hujan yg tiada berhenti mengguyur tubuh kami, waktu kami pun semakin menipis, karena sebelumnya kami hanya menjadwalkan perjalanan itu untuk dua hari, sehingga logistic pun hanya kami persiapkan untuk dua hari saja. Terus di tambah teman yg terbatuk batuk sehingga laju tubuhnya menurun sehingga terasa sangat lambat, sedangkan beban ransel di punggung semakin mengganda lantaran air hujan terus menambahnya.
***
Dengan sisa tenanga yg masih kami miliki, tenda segera didirikan dan setelah mengisi perut dan untuk menghilangkan kantu kami langsung tertelap di dalam sleeping bag masing masing. Sesekali terdengar suara batuk dan gumaman dari mulut temanku ini, namun ku hiraukan, karena tadi sudah kuberi dia obat batuk, yg memang sudah kami persiapkan di dalam kotak P3K.
Riup riup, ku dengar suara burung saling besahutan, indah sekali, kucoba membuka mata ini, dan jrenggg, pagi telah tiba, kali ni sedikit sinar matahari terlihat menembus ranting-ranting beberapa pohon yg besar itu, hujan yg dari kemarin menemanipun kini sudah pulang, hari ni langit mungkin cerah, karena pandangan saya tak dpt menembus lebatnya hutan untuk melihat langit.
Setelah sarapan dan menenggak segelas kopi, kami sedikit mendiskusikan, tindakan apa yg akan kami lakukan, apakah melanjutkan perjalanan ketempat virgin itu ataukah pulang, tapi dgn melihat kondisi teman yg sedang batuk dan persediaan makanan yg tak akan cukup untuk satu hari kedepan, terpaksa keputusan untuk pulang harus diambil, akhirnya dgn membereskan tenda dan mengatur isi ransel yg mulai berkurang bebannya, kami melesat turun menuju desa dimana kami mulai perjalanan ni kemarin, dan tak perlu memakan waktu yg lama, sebelum pukul dua hari itu, kami sudah sampai di tempat dimana kami mulai kemarin.
Sawah di samping rumah tempat kami nginap ... |
karena kondisi masih lelah dan teman sayapun masih terbatuk-batuk karena masuk angin kali ya, kami putuskan lagi untuk menginap di salah satu rumah penduduk disana. Dan tau gak, apa yg terjadi malam itu, sesuatu yg selama ni samar menjadi jelas sob.
Jadi saat kami menikmati kopi malam itu di teras rumah penduduk yg kami tumpangi, teman saya mencoba bermain-main dgn hape miliknya, berkali-kali ia keprek-keprek tuh hape menggunakan kedua tangannya, sambil bersungut sungut gak dapet sinyal katanya. Saya yg dari tadi melihat kelakuan dia lantas bertanya dong “kenapa si loh, udah tau di tempat kaya gini, masih aja maenin hape, mendingan lo matiin aja, percuma gak akan dapet sinyal sob” sambil ngeledek. Eh, tau gak, dgn matanya yg sinis, dia memandang saya sejenak lalu berkata “sial nih hape, gak ngerti amat ya, gw lagi kangen nih sama bini gw”. “wew, kok bisa “, “iyalah, gw punya bini, emang elo, bujang lapuk”, begitu katanya sob, sial.
“Tumben banget lo, kangen bini, biasanya lo cuekin aja tuh bini lo”,
“tau, nih, dari kemaren, sewaktu di hutan mutar muter gak jelas, tiba-tiba aja gw keingetan dia,”
“pasti ada sebabnya dong?”
“au ah gelap, yg jelas tiba-tiba aja gw kangen bro, kayanya selama ni gw salah dah sama dia, gw udah nyia nyiain dia, gw tinggal tinggal terus, kesono kemari, gw sering nyuekin dia, kadang gw marahin, kayanya gw salah deh”
“makanya, kalo punya bini itu di jagain, di sayang, biar gak nyesel” hehehe, saya mencoba ceramahin teman ni sob.
“sok tau lo, kaya pernah kawin aja, au ah, gw pengen buru-buru pulang aja nih rasanya, mana hape gak idep lagi, sial nih” sambil ngoprek-ngoprek hape nya lagi.
Hehey, tak lama kemudian dia bangkit dari duduknya dan melangkah sekita dua meter, tak lama terdengar suara isak tangis yg begitu ngilu deh kalau mendengarnya, dan jelas itu suara dari mulut temanku, entah apa yg membuatnya begitu, tapi yg jelas perjalanan kemarin telah memberinya pelajaran yg begitu dahsyat, sehingga dia bersikap seperti saat ini.
Saya hanya melihat, tak coba mendiamkan dan tak coba menanyakan, saya rasa itu tak perlu, tangisan itu bukan suatu kepahitan saat itu, tangisan itu adalah sebuah anugrah dan puncak dari rasa syukurnya. Mungkin jg tangisan itu bentuk melepaskan emosi yg dari kemarin dia tahan, saya jg kurang paham, namun yg jelas tangisan itu telah membuat mata dan hatinya terbuka, bahwa selama ni dia telah menyia-nyiakan pasangan hatinya.
Mungkin itu saja sobat yg bisa saya bagi dari kisah perjalanan kemarin, penilaian dari tulisan ni saya serahkan kepada sobat sekalian, namun pastinya ada hikmah yg dpt di ambil dari tiap kisah. akhir kata saya ucapkan “ Jagalah dgn baik apa yg sudah kau miliki, janganlah di sia-sia kan”.
info :
maaf ya, kalau fotonya kurang mendukung, karena sampai tulisan ni terpost, kamera masih rusak akibat diguyur hujan, hehey !!!
maaf ya, kalau fotonya kurang mendukung, karena sampai tulisan ni terpost, kamera masih rusak akibat diguyur hujan, hehey !!!
.
0 Response to "Sepenggal Kisah Kemarin"
Post a Comment