Oleh Febi Haryani
Dian Syarif |
Lupus adalah penyakit otoimun. Penyakit ni disebabkan oleh sistem pertahanan tubuh (antibodi) yg menyerang tubuh itu sendiri. Serangannya bisa pd kulit, persendian, jantung, paru-paru, darah, ginjal, dan jg otak. Penyakit Lupus secara lengkapnya disebut sebagai SLE (Systemic Lupus Erythomatosus). Penyakit inilah yg sampai saat ni menjadi teman Dian Syarief dalam menjalani hari-harinya.
Kasih sayang kadang berwujud dalam bentuk yg tak disangka-sangka, menemani perjalanan hidup umat manusia. Kepada Dian Syarif, Tuhan mencurahkan keajaiban kasih sayang-Nya lewat penyakit Lupus. Bagi mereka yg baru pertama melihatnya, mungkin tak akan menyangka bahwa perempuan ni sudah kehilangan penglihatannya. Bahkan orang pun tak akan menyangka bahwa ia menderita penyakit yg hingga kini belum ada obatnya.
Dengan senyum ramah , perempuan berkerudung ni menyapa orang-orang yg ada di sekitar lingkungannya. Ia jg berbicara dgn menatap langsung lawan bicaranya seolah-olah penglihatannya memang tak bermasalah.Ya, begitulah sosok Dian Syarief (45) yg sudah bertahun-tahun harus selalu berusaha "kompromi" dgn penyakit lupus yg dideritanya.
Dian Syarief adalah seorang wanita pekerja keras , ia pernah menjabat sebagai Corporate Communication Manager PT. Bank Bali Tbk, ia merintisnya sejak tahun 1990. Sayangnya, karir yg sangat cemerlang, harus berakhir kala penyakit Lupus menggerogoti tubuhnya. Sejak di vonis Lupus, Dian kehilangan sebagian besar penglihatannya akibat infeksi otak yg merusak saraf penglihatan. Ia membutuhkan asisten untuk menuntunnya berjalan. Jauh berbeda dgn kondisinya ketika masih aktif bekerja, yg selalu sigap memberikan informasi perbankan dan keuangan.
Meski awan kelabu kerap menyelimuti langit kota Bandung, tak menghalangi wanita yg masih terlihat bugar itu untuk berdiam diri di rumah. Sebaliknya, ia justru banyak melakukan aktivitas yg biasa dilakukan di kantor Yayasan Syamsi Dhuha, sebuah yayasan yg membantu para odapus (sebutan bagi penderita penyakit lupus). Di Yayasan inilah, Dian ‘bekerja’ tanpa pamrih. Ia tak mengeluh ketika tubuh terasa lelah dan sakit. Meski menderita penyakit yg belum ditemukan obatnya, tubuh Dian sama sekali tak ringkih dan dia sama sekali tak pernah mengeluh tentang kekurangan yg ia miliki saat ini.
“Lupus adalah penyakit otoimun. Penyakit ni disebabkan oleh sistem pertahanan tubuh (antibodi) yg menyerang tubuh itu sendiri. Serangannya bisa pd kulit, persendian, jantung, paru-paru, darah, ginjal, dan jg otak, ” tutur Shiane Hanako seorang dokter yg jg sebagai partner Dian di Yayasan Syamsi Dhuha. Shiane jg menuturkan tentang keadaan seorang penderita Lupus, “raut wajah dan tubuhnya akan mengalami banyak perubahan. Bahkan bentuk wajahnya itu membengkak akibat penyakit yg dideritanya,” ungkap Shiane.
Gejala moon face memang sering terjadi pd penderita lupus, terlebih lagi setelah mengkonsumsi obat-obatan. Tak hanya itu saja, pd kulit di beberapa bagian tubuhnya terdapat bercak-bercak berwarna merah yg jg menjadi gejala awal penyakit lupus yg bersarang dalam tubuh Dian. Kendati begitu, semangat hidupnya masih tetap berkobar.
Pinjaman Umur dan Ladang Amal
Melalui Yayasan Syamsi Dhuha Foundation yg didirikannya bersama sang suami awal tahun 2004, ia berusaha merangkul sesama odapus (sebutan bagi penderita lupus), terutama yg ada di sekitar Bandung. "Saya udah merasain sendiri bagaimana menderitanya terkena lupus dan gimana mahalnya obat –obatan yg harus dikonsumsi odapus. Padahal kalau udah kena lupus maka sepanjang hidupnya akan tergantung sama obat," jelasnya. Melalui yayasannya Dian ingin berbagi pengalaman dan informasi dgn para odapus. Apalagi pengetahuan masyarakat tentang penyakit lupus masih sangat sedikit sehingga banyak yg tak tahu apa dan bagaimana sebenarnya penyakit lupus itu.
''Kalau saya sekarang masih bisa beraktivitas, itu hanya karena dpt pinjaman umur dari Allah,'' tutur Dian di rumahnya Kompleks DDK, kawasan Dago, Bandung. Mengenakan busana muslim berwarna merah jambu dgn jilbab warna senada, wanita ni menceritakan aktivitas para odapus (orang dgn lupus) di Syamsi Duha Foundation. Selain odapus, di support group itu bergabung para penderita low vision. Di yayasan itu, Dian lah yg menjadi ketuanya. Sang suami, Eko Pratomo, menjadi dewan pendiri. Eko saat ni merupakan presiden direktur PT Fortis Investments, salah satu manajer investasi (fund manager) terbesar di Indonesia. Saat ini, kata Dian, berdasar data jaringan organisasi pemberdaya odapus dan prediksi para pakar, terdapat lima juta penderita lupus di seluruh dunia. Di tanah air, tak kurang dari 200 ribu orang terkena penyakit autoimun tersebut. ''Sembilan di antara sepuluh penderita adalah perempuan yg mayoritas berada di usia produktif, 15-40 tahun,'' jelasnya. Ada 300 penderita lupus dan low vision yg bergiat bersama di yayasan yg didirikan lima tahun pasca Dian dinyatakan menderita lupus itu. ''Kami hanya ingin memberi semangat bahwa para odapus itu punya teman,'' tegas wanita kelahiran 21 Desember 1965 ini.
Perempuan berjilbab ni lalu menceritakan bagaimana dirinya menjalani hari-hari awalnya sebagai penderita lupus dan low vision. “Awalnya, saya jg sangat tertekan dan yg paling berat, saya tak bisa lagi melihat wajah orang-orang yg saya sayangi dan hilang kemandirian. Saya yg biasanya ngapain-ngapain sendiri sejak saat itu harus dibantu orang lain,'' katanya. Semula, dirinya enggan ke mana-mana. Dia hanya mengurung diri dalam kamar. ''Saya jg nggak mau pakai tongkat putih yg kalau di luar negeri menjadi tanda bahwa kita itu buta,'' tuturnya dgn lirih. Dengan pinjaman umur dari Tuhan, begitu Dian memberi istilah perjalanan hidupnya hingga saat ini, dirinya harus berusaha sekuat tenaga untuk tak membuangnya dgn percuma. Dia menilai, baterai kehidupan ada di jiwa, bukan di fisik. Jika baterai sudah habis, maka tak bermaknalah hidup ini, kendati secara fisik masih segar-bugar. ''Saya hanya ingin kegiatan di Syamsi Dhuha menjadi ladang amal bagi saya, suami saya, dan semuanya,'' ucap Dian yg aktif jg sebagai pembicara seminar-seminar tentang Lupus dan low vision.
Dia aktif menjalin hubungan dgn para odapus. Low vision tak membuat geraknya terbatas. Sekarang, dia pun makin yakin bahwa para odapus masih bisa memberikan sumbangsih bagi lingkungannya. Beragam aktivitas sosial dihelat bersama jaringan odapus di Indonesia. ''Aktivitas ni membuat saya selalu mampu berpikir positif pd hidup dan kehidupan ,'' tuturnya dgn senyum mengembang.
Anugerah Cinta sang Suami
Pada tahun 1990 , ia memutuskan untuk menerima pinangan dari seorang pria, yg jg teman sekampusnya, Eko Priyo Pratomo. Setelah lulus dan menikah, Dian memang memulai kehidupan baru yg diharapkan akan menghadirkan kebahagiaan bagi dirinya. Apalagi, Dian jg mengalami kesuksesan dalam karirnya setelah menjabat sebagai manajer humas di Bank Bali. Sungguh merupakan kehidupan berbahagia bagi dirinya dan suami. Setelah hampir 9 tahun berkarir dan menjalani mahligai rumahtangganya, cobaan pun datang tanpa memberi pertanda sebelumnya.
Bintik-bintik Merah. Suatu hari di bulan Ramadhan tahun 1999, bermula dari gejala-gejala yg dianggap Dian sebagai gejala penyakit biasa, barulah Dian tersadar akan hadirnya penyakit ganas yg bersarang dalam tubuhnya. Namun penyakitnya itu, tak sedikitpun mempengaruhi rasa cinta suaminya terhadap wanita berkerudung dan berkulit sawo matang ini. Eko malah semakin sayang terhadap istrinya . Musibah itulah berujung menjadi buah kebahagiaan yg manis dan dpt dipetiknya saat ini. Bagi Eko, cobaan itu membuatnya lebih setia mendampingi dan malah terjun aktif membantu sang istri terkasih dalam Syamsi Duha Foundation. ''Tuhan tak selalu mengabulkan apa yg kita inginkan. Tapi, Tuhan selalu memberi apa yg kita butuhkan,'' tutur pria berkacamata ni diiringi senyuman . “Dalam pernikahan, hal yg paling penting itu toleransi, keterbukaan, komunikasi, dan tentu saja cinta. Menurut saya, kekuatan cinta dpt menimbulkan keajaiban, mengubah yg tak mungkin menjadi mungkin, bisa menjadi sumber energi, menimbulkan semangat serta gairah hidup,” ungkap Eko dgn penuh senyuman.
Selain suami, orang yg berperan besar dalam mensupport hidupnya adalah ibu kandungnya. Satu kalimat penyemangat dari ibunda tercinta yg masih terus terngiang di telinganya adalah saat Dian harus menghadapi kenyataan menurunnya fungsi penglihatan. “Dian, kalau sekarang mata kita tak bisa digunakan lagi, kelak fungsinya akan digunakan oleh yg lain. Bisa oleh telinga, oleh hidung, oleh kulit, oleh rambut, oleh perasaan dan lainnya.” tutur Dian mengenang ucapan sang ibunda.
***
Selama bertahun-tahun Lupus menggerogoti tubuhnya, total Dian mengalami operasi sebanyak 17 kali. Terakhir, Dian harus operasi pengangkatan rahim. Bagi wanita, kenyataan ni sungguh berat. Menjadi ibu dari anak yg dikandung dan dilahirkan dari rahimya adalah impian tiap wanita. Tapi, impian ni pun harus pupus begitu saja. Meski berat, toh Dian tetap harus merelakan rahimnya demi keselamatan jiwanya. Tentu saja masih banyak orang-orang terkasih yg mensupportnya. Dari merekalah Dian merasa ada. Dan mungkin juga, mereka ada untuk Dian.
Lupus membuat Dian selalu mensyukuri apa pun yg terjadi. ''Setiap ada masalah itu, jangan pernah sibuk dgn kejadiannya. Selalu bertanya, kenapa kayak gini ? maksudnya apa, ya? Kalau seperti itu aja, kita tuh cuma dpt buah pahit saja, dan nggak pernah bisa mengambil hikmahnya,'' tegasnya dgn senyuman.
source : http://www.stupidmonkey.web.id, http://merdeka.com, http://youtube.com
0 Response to "Wanita Lupus yang Pantang Menyerah"
Post a Comment