This site uses cookies from Google to deliver its services, to personalize ads and to analyze traffic. Information about your use of this site is shared with Google. By using this site, you agree to its use of cookies. Learn More

LEMBAGA SENSOR VS PENIKMAT FILM 13760

Lembaga Sensor VS Penikmat Film
lusihkas.blogspot.com - Anime : Naruto
Semua jenis tayangan televisi yg diimpor ke negara kita terlebih dahulu harus menjalani proses penyensoran. Hal ini ditujukan agar konten yg ditampilkan bisa sesuai dgn budaya dan adat dari negara kita yg memang berbeda dgn negara asal tayangan tersebut. Tapi jikalau suatu tayangan "terpaksa" dipotong beberapa adegannya secara berlebihan (baca: banyak) karena saking banyaknya konten yg tidak cocok untuk dikonsumsi masyarakat kita, apakah akan mengurangi kenikmatan para penikmat tayangan tersebut ?

Beberapa tahun yg lalu negara kita ; Indonesia menetapkan UU anti pornografi dan pornoaksi, hal itu ditujukan untuk melindungi moral bangsa yg kala itu ramai terjadi kasus asusila. Dampak dari disahkannya UU ini diantara lain ialah semakin 'beringas' lembaga sensor film dalam menyensor tayangan yg muncul di layar kaca. Selain dari penyensoran beberapa adegan dalam suatu film, cara lain yg dilakukan oleh beberapa stasiun televisi untuk menjaga tontonan ala Hollywood dari generasi muda bangsa ialah dgn menetapkan jam tayang yg tidak cocok bagi generasi muda, khususnya anak-anak.
Namun ternyata akhir-akhir ini bukan hanya adegan 'panas' dalam film-film Hollywood yg disensor, tayangan anime juga menjadi 'korban' terbaru dari kegiatan penyensoran ini. Adegan-adegan bertarung dalam beberapa anime yg ditayangkan seperti Naruto juga harus disensor dgn alasan menjaga moral bangsa. Alasan dari penyensoran ini ialah karena banyaknya generasi muda bangsa yg (katanya) meniru adegan bertarung dalam tayangan anime tersebut hingga memicu terjadinya perkelahian.
Sebenarnya lembaga sensor sudah melakukan beberapa cara untuk menghindari anak kecil yg kondisi mentalnya masih tidak stabil dari menonton tayangan seperti itu, diantara lain dgn menetapkan waktu tayang yg termasuk malam bagi mereka dan menentukan rating dari acara tersebut, semisal Dewasa, Remaja dan Anak-Anak, hal ini dimaksudkan agar para orang tua dapat memilah-milah tayangan mana yg cocok untuk dikonsumsi buah hatinya.
Namun selalu saja ada kendala yg membuat para anak bangsa ini dapat melihat tayangan-tayangan tersebut, selain dari faktor kelalaian orang tua dalam mengawasi dan membimbing mereka, para anak-anak zaman sekarang sudah sangat sadar dgn kemajuan tekhnologi dan membuat mereka bisa mengakses informasi tentang tayangan-tayangan tersebut tanpa diketahui orang tua mereka.
Namun perlukah lembaga sensor tetap menunjukkan tayangan yg jelas-jelas bisa merusak moral anak bangsa ini ? Meskipun sudah melalui serangkaian metode penyensoran, namun cara penyensoran di negara ini terasa kurang cakap. Hal ini dibuktikan dgn cara penyensoran pd beberapa adegan yg malah membuat penontonnya kebingungan dalam mencerna inti cerita. Belum lagi para dubber (pengisi suara) di negara ini terasa kurang 'emosional' dalam memerankan karakter mereka, para dubbeurr negara ini terasa lebih mementingkan arti dari percakapan tanpa memperhatikan faktor emosional yg ingin ditampilkan oleh tayangan aslinya, hal yg berbeda dgn para seiyuu (dubber Jepang) yg rela berteriak-teriak secara emosional agar karakter yg mereka perankan terasa 'hidup'. Hal tersebut juga menimbulkan dorongan bagi mereka yg penasaran untuk melihat tayangan aslinya, yg tentu tanpa sensor.
Namun biasanya hanya para movie freak yg rela sampai mencari-cari DVD maupun mengunduh selama berjam-jam (khususnya film berseri) untuk melihat cerita dan mengerti makna film tersebut secara keseluruhan. Hampir tidak mungkin (bahkan sangat jarang) anak-anak kecil yg hanya menginginkan hiburan untuk mencari film-film tersebut secara khusus.


kesimpulan :

Penyensoran beberapa adegan dalam tayangan televisi dimaksudkan semata untuk menjaga generasi muda bangsa dari hal-hal yg berbau pornografi/pornoaksi serta tindakan vandalisme dan perkelahian. Meski terdapat perbedaan dalam penafsiran akan batasan umur di negara pengimpor dan negara pengekspor soal masalah umur dan kestabilan mental, lembaga sensor sebenarnya hanya ingin yg terbaik bagi penonton dari negaranya sendiri, hal ini disebabkan karena beragamnya kondisi mental orang yg melihat tontonan tersebut. Meski terkadang tayangan anime yg ada di negara Jepang dikategorikan remaja / bahkan dewasa di negara Jepang malah dikategorikan anak-anak di negara kita.
Lembaga Sensor VS Penikmat Film Meski Lembaga Sensor Film LSF melarang pemutarannya, kalangan penikmat film menilai lsquo Balibo Five rsquo bagus dari sisi teknis. ldquo Dari sisi teknis sangat bagus Lembaga Sensor Film menyatakan bahwa Indonesia masih miskin Nunus mencontohkan film lokal yang mampu menghipnotis penikmat film salah satunya adalah "Laskar Lembaga Sensor Kita Sendiri OPINI 23 March 2010 12:25 Dibaca: 142 Komentar: 11 3 setelah tidak ada film lagi yang bisa direview,

0 Response to "LEMBAGA SENSOR VS PENIKMAT FILM 13760"

Post a Comment

Contact

Name

Email *

Message *