lusihkas.blogspot.com - KESALAHAN2 DALAM SHOLAT JUM'AT
Oleh : Wahid bin ‘Abdis Salam Baali.
MENGULUR WAKTU DATANG KE MASJID SEHINGGA KHATIB NAIK MIMBAR
Di antara kaum muslimin ada yg berlambat-lambat ketika mendatangi shalat Jum’at sehingga khatib naik mimbar. Padahal dgn demikian itu mereka telah kehilangan banyak kebaikan serta pahala yg melimpah.
Di dlm ash-Shahiihain (Shahiih al-Bukhari dan Shahiih Muslim) disebutkan, dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda
Barangsiapa mandi pd hari Jum’at seperti mandi junub kemudian dia berangkat ke masjid, maka seakan-akan dia berkurban dgn unta. Barangsiapa berangkat pd waktu kedua, maka seakan-akan dia berkurban dgn sapi. Barangsiapa berangkat pd waktu ketiga, maka seakan-akan dia berkurban dgn kambing yg bertanduk. Barangsiapa berangkat pd waktu keempat, maka seakan-akan dia berkurban dgn ayam. Dan barangsiapa berangkat pd waktu kelima, maka seakan-akan dia berkurban dgn telur. Jika imam (khatib) telah datang, maka Malaikat akan hadir untk mendengarkan Khutbah. [1]
Maksudnya, para Malaikat itu menutup lembaran catatan pahala bagi mereka yg terlambat sehingga tak mendapatkan pahala yg lebih bagi orang-orang yg masuk masjid (di saat khatib sudah naik mimbar). Pengertian tersebut diperkuat oleh hadits berikut ini:
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan dinilai hasan oleh al-Albani. Dari Abu Ghalib, dari Abu Umamah, dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Pada hari Jum’at para Malaikat duduk di pintu-pintu masjid yg bersama mereka lembaran-lembaran catatan. Mereka mencatat orang-orang (yang datang untk shalat), di mana jika imam (khatib) telah datang menuju ke mimbar, maka lembaran-lembaran catatan itu akan ditutup.
Lalu kutanyakan, Hai Abu Umamah, kalau begitu bukankah orang yg datang setelah naiknya khatib ke mimbar berarti tak ada Jum’at baginya?
Dia menjawab, Benar, tetapi bukan bagi orang yg telah dicatat di dlm lembaran-lem-baran catatan. [2]
TIDAK MANDI, TIDAK PULA MEMAKAI WANGI-WANGIAN, DAN TIDAK BERSIWAK PADA HARI JUM’AT
Di antara jama’ah ada jg yg mengabaikan masalah mandi dan memakai wangi-wangian pd hari Jum’at.
Padahal Islam menghendaki kaum muslimin supaya berkumpul pd hari Jum’at pd pertemuan mingguan dlm keadaan sesempurna mungkin, berpenampilan paling baik, serta memakai wangi-wangian yg paling wangi sehingga orang lain tak terganggu oleh bau yg tak sedap. Serta tak jg mengganggu para Malaikat.
Di dlm kitab ash-Shahiihain disebutkan, dari Abu Bakar bin al-Munkadir, dia berkata, ‘Amr bin Sulaim al-Anshari pernah memberitahuku, dia berkata, Aku bersaksi atas Abu Sa’id yg mengatakan, Aku bersaksi bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Mandi pd hari Jum’at itu wajib bagi tiap orang yg sudah baligh. Dan hendaklah dia menyikat gigi serta memakai wewangian jika punya. [3]
Di dlm kitab Shahiih al-Bukhari jg disebutkan, dari Salman al-Farisi, dia berkata, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
Tidaklah seseorang mandi dan bersuci semampunya pd hari Jum’at, memakai mi-nyak rambut / memakai minyak wangi di rumahnya kemudian keluar lalu dia tak memisahkan antara dua orang (dalam shaff) kemudian mengerjakan shalat dan selanjutnya dia diam (tidak berbicara) jika khatib berkhutbah, melainkan akan diberikan ampunan kepadanya (atas kesalahan yg terjadi) antara Jum’atnya itu dgn Jum’at yg berikut-nya. [4]
__________
Foote Note
[1]. Shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 881) dan Muslim (no. 850).
[2]. Hasan: Diriwayatkan oleh Ahmad (no. 21765) dan selainnya yg dinilai hasan oleh al-Albani di dlm kitab Shahiih at-Targhiib (no. 710).
[3]. Shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 880) dan Muslim (no. 846).
[4]. Shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 883).
______________________________________________________
TIDAK MAU MENEMPATI BARISAN (SHAFF) PERTAMA MESKI DATANG LEBIH AWAL
Di antara jama’ah ada yg datang ke masjid lebih awal dan mendapati barisan pertama masih kosong, tetapi dia malah memilih untk menempati barisan kedua / ketiga agar bisa bersandar ke tiang misalnya, / memilih barisan belakang sehingga dia bisa bersandar ke dinding misalnya. Semuanya itu bertentangan dgn perintah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam untk segera menduduki barisan pertama yg didapatinya selama dia bisa sampai ke tempat tersebut, karena agungnya pahala yg ada padanya serta banyaknya keutamaan yg terkandung padanya. Dan seandainya dia tak bisa sampai ke tempat itu kecuali dgn cara undian, maka hendaklah dia melakukan hal tersebut sehingga dia tak kehilangan pahala yg melimpah itu.
Telah diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Seandainya orang-orang itu mengetahui apa yg terdapat pd seruan adzan dan shaff pertama kemudian mereka tak mendapatkan jalan, kecuali harus melakukan undian, niscaya mereka akan melakukannya. [1]
Dan dlm riwayat Muslim disebutkan:
Seandainya kalian / mereka mengetahui apa yg terdapat di shaff terdepan, niscaya akan dilakukan undian. [2]
Dengarlah keutamaan yg melimpah bagi orang yg bersuci dan bersegera mendatanginya.
Telah diriwayatkan oleh Abu Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasa’i, Ibnu Majah, yg dinilai hasan oleh at-Tirmidzi serta dinilai shahih oleh al-Albani di dlm kitab Shahiih as-Sunan, dari Aus bin Aus Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Barangsiapa mandi pd hari Jum’at dan membersihkan diri, lalu cepat-cepat dan bergegas, serta berjalan kaki dan tak menaiki kendaraan, jg mendekati posisi imam, kemudian mendengarkan lagi tak lengah, maka baginya tiap langkah amalan satu tahun, dgn pahala puasa dan qiyamul lail yg ada pd tahun itu. [3]
Mengenai penafsiran kalimat, ghassala wa ightasala, para ulama memiliki dua pendapat:
1. Membasahi kepala dan mandi, sebagai upaya membersihkan diri secara maksimal. Dan ni merupakan pendapat Ibnul Mubarak.
2. Mencampuri isterinya sehingga dia harus membersihkan diri dan mandi. Dan inilah pendapat Waki’.
Mereka menyunnahkan seseorang mencampuri isterinya pd hari Jum’at karena dua alasan:
a. Agar nafsu syahwatnya tersalurkan pd tempat yg halal sehingga dia berangkat menunaikan shalat Jum’at dan bisa menundukkan pandangan, mengonsentrasikan pikiran untk mendengarkan khutbah dan mengambil pelajaran dari nasihat yg disampaikan.
b. Mudah-mudahan dgn apa yg dilakukannya itu Allah akan memberikan berkah sehingga akan mengeluarkan dari tulang rusuknya anak-anak yg shalih, sehingga dgn demikian itu telah menanamkan benihnya pd hari yg penuh berkah, yaitu hari Jum’at. Di antara yg memperkuat makna itu adalah: Barangsiapa mandi seperti mandi janabat pd hari Jum’at dan kemudian pergi berangkat...
Bakkara wa ibtakara, ada yg mengatakan, Hal tersebut sebagai ta’kiid (penekanan) dan ada jg yg mengatakan: bakkara berarti berangkat pagi-pagi ke masjid. Ibtakara berarti mendengar khuthbah dari sejak awal.
Danaa min al-Imaam berarti menempati barisan-barisan pertama yg dekat dgn imam (khatib).
Fastama’a walam yalghu berarti mendengarkan khutbah dan tak lengah darinya oleh aktivitas lainnya.
MELANGKAHI PUNDAK JAMA’AH YANG DATANG LEBIH AWAL PADA HARI JUM’AT
Di antara kaum muslimin ada yg datang terlambat ke masjid, sehingga dia menyela jama’ah yg datang lebih awal dan duduk dgn melangkahi pundak mereka sehingga dia sampai ke barisan pertama. Dan ni jelas salah. Mestinya dia harus menempati tempat yg terakhir kali ia dapatkan.
Telah diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani, dari Jabir bin ‘Abdillah Radhiyallahu ‘anhu bahwasanya ada seseorang masuk masjid pd hari Jum’at sedang Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tengah menyampaikan khutbah, lalu dia melangkahi orang-orang, maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Duduklah, karena sesungguhnya engkau telah mengganggu (orang-orang) dan datang terlambat. [4]
ORANG YANG MASUK KE MASJID BERDIRI DAN MENUNGGU SAMPAI ADZAN SELESAI DIKUMANDANGKAN, BARU KEMUDIAN MENGERJAKAN SHALAT TAHIYYATUL MASJID
Sebagian orang jika memasuki masjid sedang khathib sudah berada di atas mimbar dan muadzin masih mengumandangkan adzan maka dia akan tetap berdiri sambil menunggu adzan selesai. Dan ketika muadzin selesai mengumandangkan adzan dan khatib menyampaikan khutbah, baru dia mulai mengerjakan shalat Tahiyyatul Masjid. Ini merupakan tindakan yg salah. Mendengar adzan adlh sunnah, sementara mendengar khutbah adlh wajib, sehingga yg wajib harus diutamakan. Oleh karena itu, tak diperbolehkan mengabaikan yg wajib untk menunaikan yg sunnah. Dengan demikian, yang benar adlh memulai shalat Tahiyyatul Masjid langsung ketika sampai di masjid meskipun muadzin tengah mengumandangkan adzan agar dia bisa mendengar khutbah secara lengkap.
BERBICARA SAAT KHUTBAH TENGAH BERLANGSUNG
Di antara jama’ah ada jg yg berbincang dgn orang secara perlahan di sekitarnya saat khutbah tengah berlangsung. Dan ni jelas salah, karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memerintahkan untk diam guna mendengarkan khutbah Jum’ah dgn seksama.
Sebagaimana yg telah kami sampaikan sebelumnya, yaitu satu hadits yg diriwayatkan empat perawi dan dinilai shahih oleh al-Albani dari Aus bin Aus Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:
Barangsiapa mandi pd hari Jum’at dan membersihkan diri, lalu cepat-cepat dan bergegas, serta berjalan kaki dan tak menaiki kendaraan, jg mendekati posisi imam, kemudian mendengarkan lagi tak lengah, maka baginya tiap langkah amalan satu tahun, dgn pahala puasa dan qiyamul lail yg ada pd tahun itu. [5]
Di dlm kitab ash-Shahiihain telah disebutkan dari Abu Hurairah, dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Jika engkau mengatakan kepada temanmu, ‘Diam,’ pd hari Jum’at dan imam sedang berkhutbah, berarti engkau telah berbuat sia-sia. [6]
Lalu apa hukuman bagi orang yg berbicara / melangkahi pundak jama’ah?
Hukumannya adlh tak ditetapkan baginya pahala shalat Jum’at dan dia jg tak akan mendapatkan keutamaannya, dan shalat Jum’at itu hanya akan menjadi shalat Zhuhur baginya.
Yang demikian itu didasarkan pd apa yg diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ibnu Khuzaimah yg dinilai hasan oleh Syaikh al-Albani, dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:
Barangsiapa mandi pd hari Jum’at, lalu memakai minyak wangi isterinya jika dia punya, dan mengenakan pakaian yg bagus, lalu tak melangkahi pundak orang-orang, serta tak lengah saat diberi nasihat (khutbah), maka hal itu menjadi penghapus dosa (kecil) antara keduanya. Dan barangsiapa lengah dan melangkahi pundak orang-orang, maka shalat Jum’atnya itu menjadi shalat Zhuhur baginya. [7]
__________
Foote Note
[1]. Shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 721) dan Muslim (no. 437).
[2]. Shahih: Diriwayatkan oleh Muslim (no. 439).
[3]. Shahih: Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 345), at-Tirmidzi (no. 496), an-Nasa-i (no. 1398), Ibnu Majah (no. 1087). Dinilai shahih oleh Syaikh al-Albani di dlm kitab Shahiih at-Tirmidzi (no. 496).
[4]. Shahih: Diriwayatkan oleh Ibnu Majah (no. 1115) dan dinilai shahih oleh Syaikh al-Albani di dlm kitab Shahiih Ibni Majah.
[5]. Shahih: Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 345), at-Tirmidzi (no. 496), an-Nasa'i (no. 1398), Ibnu Majah (no. 1087). Dinilai shahih oleh Syaikh al-Albani di dlm kitab Shahiih at-Tirmidzi (no. 496).
[6]. Shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 934) dan Muslim (no. 851).
[7]. Hasan: Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ibnu Khuzaimah (no. 347). Dinilai hasan oleh Syaikh al-Albani di dlm kitab Shahiih at-Targhiib (no. 720).
______________________________________________________________
JAMA’AH TIDUR SEMENTARA KHATIB TENGAH MENYAMPAIKAN KHUTBAHNYA
Sebagian orang tertidur sementara khatib sudah berada di atas mimbar. Dan ni jelas salah dan dia harus dibangunkan untk mendengarkan nasihat.
Ibnu Sirin mengatakan, Mereka memakruhkan tidur ketika khatib khutbah. Dan mereka berkata tegas mengenai hal tersebut. [1]
Dan disunnahkan bagi orang yg dihinggapi rasa kantuk untk pindah dari tempatnya ke tempat lain di masjid. Mengenai hal tersebut telah diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud, at-Tirmidzi, dan Ibnu Hibban dgn sanad shahih dari ‘Abdullah bin ‘Umar, dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
Jika salah seorang di antara kalian mengantuk di tempat duduknya pd hari Jum’at, maka hendaklah dia pindah (bergeser) dari tempat itu ke tempat lainnya. [2]
BERSANDARNYA SEBAGIAN ORANG KE DINDING DAN TIDAK MENGHADAP KHATIB
Ada sebagian orang yg dlm mendengarkan khutbah Jum’at lebih senang bersandar ke dinding / tiang dan tak menghadap ke arah khatib, bahkan mereka membelakanginya. Dan ni jelas bertentangan dgn petunjuk para Sahabat Nabi di dlm khutbah Jum’at dan jg bertolak belakang dgn etika mendengar khutbah.
Imam Ibnul Qayyim rahimahullahu mengatakan, Jika berkhutbah Jum’at, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri, sementara Sahabat-Sahabat beliau menghadapkan wajah mereka ke arah beliau. [3]
Dari Muthi’ al-Ghazal dari ayahnya dari kakeknya, dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam jika sudah menaiki mimbar, maka kami pun menghadapkan wajah kami ke arah beliau. [4]
Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu berkata, Jika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam sudah berdiri tegak di atas mimbar, maka kami langsung menghadapkan wajah kami ke arah beliau. [5]
Dari Abban bin ‘Abdullah al-Bajali, dia berkata, Aku pernah melihat ‘Adi bin Tsabit menghadapkan wajahnya ke arah khatib jika khatib itu berdiri sambil berkhutbah. Lalu aku tanyakan kepadanya, Aku lihat engkau menghadapkan wajahmu ke khatib? Dia menjawab, Karena aku pernah melihat para Sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan hal tersebut. [6]
Dari Nafi’, mantan budak Ibnu ‘Umar bahwa ‘Abdullah bin ‘Umar mengerjakan shalat sunnah pd hari Jum’at hingga selesai sebelum khatib keluar, dan ketika khatib telah datang sebelum khatib itu duduk, dia (‘Abdullah bin ‘Umar) menghadapkan wajah ke arahnya.
Imam Ibnu Syihab az-Zuhri rahimahullahu mengatakan, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam jika menyampaikan khutbahnya, maka mereka langsung mengarahkan wajah mereka kepadanya sampai beliau selesai dari khutbahnya"
Imam Yahya bin Sa’id al-Anshari rahimahullahu mengatakan, Yang sunnah untk dilakukan adlh jika khatib sudah duduk di atas mimbar pd hari Jum’at, maka hendaklah semua orang mengarahkan wajah ke arahnya. [7]
Al-Atsram mengatakan, aku pernah katakan kepada Abu ‘Abdullah [8], Ketika khatib berada agak jauh di sebelah kananku, maka apakah jika aku ingin menghadap kepadanya, aku harus mengalihkan wajahku dari arah kiblat?
Dia menjawab, Ya, arahkan wajahmu kepadanya. [9]
Imam Ibnu Qudamah rahimahullah mengatakan, Disunnahkan bagi orang-orang untk menghadap ke arah khatib jika dia tengah berkhutbah. Dan itu merupakan pendapat Malik, at-Tsauri, al-Auza’i, asy-Syafi’i, Ishaq, dan Ashabur rayi. [10]
Ibnu Mundzir rahimahullahu mengatakan, Hal itu bagaikan ijma’ (kesepakatan para ulama). [11]
At-Tirmidzi rahimahullahu mengatakan, Pengamalan terhadap hal tersebut dilakukan oleh para ulama dari kalangan Sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan jg yg lainnya mereka menyunnahkan untk menghadap ke khatib jika dia tengah berkhutbah. [12]
MEMAINKAN BIJI TASBIH ATAU KUNCI SAAT KHUTBAH BERLANGSUNG
Sebagian orang ada yg melakukan hal yg sia-sia baik dgn kunci-kunci / biji tasbih yg ada di tangannya saat mendengar khutbah Jum’at. Ini jelas bertentangan dgn ketenangan dan perhatian terhadap peringatan dan nasihat yg disampaikan kepadanya.
Bahkan hal tersebut masuk ke dlm kelengahan yg dilarang untk dilakukan. Sebagaimana yg diriwayatkan oleh Imam Muslim di dlm kitab Shahiihnya dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
Barangsiapa yg memegang batu kerikil berarti dia telah berbuat sia-sia. [13]
Dan terkadang ada jg salah seorang dari mereka yg mengeluarkan kayu siwak dan bersiwak saat khutbah tengah berlangsung. Ini jg termasuk dlm kategori lengah (berbuat sia-sia).
MEMISAHKAN DUA ORANG YANG DUDUK BERDAMPINGAN PADA HARI JUM’AT
Terkadang ada orang yg datang terakhir ke masjid, lalu melangkahi pundak-pundak jama’ah yg datang lebih awal serta memisahkan duduk orang-orang agar dia bisa sampai di barisan pertama. Dan ni merupakan satu hal yg dilarang oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Menurut Ibnu Majah dan dinilai shahih oleh al-Albani.
Dari Jabir bin ‘Abdullah Radhiyallahu ‘anhu bahwasanya ada seseorang masuk masjid pd hari Jum’at sedang Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tengah menyampaikan khuthbah, lalu dia melangkahi orang-orang, maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Duduklah, karena sesungguhnya engkau telah mengganggu (orang-orang) dan datang terlambat. [14]
Kemudian orang yg memisahkan di antara dua orang ini, yakni dgn melangkahi keduanya / duduk di antara keduanya benar-benar telah kehilangan pahala yg besar, yaitu yg disebutkan di dlm hadits yg diriwayatkan oleh al-Bukhari, dari Salman al-Farisi Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Tidaklah seseorang mandi pd hari Jum’at dan bersuci semampunya, memakai minyak rambut / memakai minyak wangi rumahnya kemudian keluar lalu dia tak memisahkan antara dua orang dan kemudian mengerjakan shalat sunnah dan selanjutnya dia diam (tidak berbicara) jika khatib berkhutbah, melainkan akan diberikan ampunan kepadanya (atas kesalahan yg terjadi) antara Jum’atnya itu dgn Jum’at yg berikutnya. [15]
Al-Hafizh rahimahullahu mengatakan, Setelah dilakukan penghimpunan terhadap jalan-jalan dan lafazh-lafazh hadits, maka tampak sekumpulan dari apa yg kami sampaikan tadi bahwa penghapusan dosa dari hari Jum’at ke Jum’at berikutnya itu dgn syarat adanya semua hal berikut ini:
a. Mandi dan membersihkan diri.
b. Memakai minyak wangi / minyak rambut.
c. Memakai pakaian yg paling bagus.
d. Berjalan kaki dgn penuh ketenangan.
e. Tidak melangkahi pundak jama’ah yg datang lebih awal.
f. Tidak memisahkan antara dua orang yg berdampingan.
g. Tidak mengganggu.
h. Mengerjakan amalan-amalan sunnah.
i. Diam.
j. Tidak melakukan aktivitas yg melengahkan [16]
Lebih lanjut, al-Hafizh Ibnu Hajar mengatakan, Di dlm hadits ‘Abdullah bin ‘Amr disebutkan, ‘Oleh karena itu, barangsiapa melangkahi orang / melakukan hal yg melengahkan, maka baginya shalat Jum’at itu hanya shalat Zhuhur semata" [17]
__________
Foote Note
[1]. Tafsiir al-Qurthubi (XVIII/117) dan al-Qaulul Mubiin (no. 346).
[2]. Shahih: Diriwayatkan oleh Ahmad (II/135), Abu Dawud (no. 119), at-Tirmidzi (no. 526), Ibnu Hibban (no. 2792) Ihsaan.
[3]. Zaadul Ma’aad (I/430).
[4]. Hasan bisyawaahidi (dengan beberapa penguatnya): Diriwayat-kan oleh al-Bukhari dlm kitab at-Taariikh al-Kabiir (IV/II/ 47). Dinilai hasan oleh al-Albani dgn beberapa syahidnya dlm kitabnya, Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah (no. 2080).
[5]. Hasan: Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi (no. 509) dan dinilai shahih oleh al-Albani di dlm kitab Shahiih at-Tirmidzi.
[6]. Hasan: Diriwayatkan oleh al-Baihaqi (III/198). Al-Albani mengatakan di dlm kitab Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah (V/114), Sanad ni jayyid. Dan diriwayatkan oleh Ibnu Majah (no. 1136) dari Adi bin Tsabit dari ayahnya dan dinilai shahih oleh al-Albani.
[7]. Hasan: Diriwayatkan oleh al-Baihaqi (III/199) dgn sanad hasan.
[8]. Yaitu Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah
[9]. Al-Mughni (III/172).
[10]. Ibid (III/172).
[11]. Ibid (III/172).
[12]. Sunan at-Tirmidzi: kitab al-Jumu’ah, bab Maa Jaa’a fii Istiqbaalil Imaam idzaa Khathaba.
[13]. Shahih: Diriwayatkan oleh Muslim (no. 857). Dan lihat kitab as-Subhah, Taariikhuhaa wa Hukmuhaa, Dr. Bakr bin ‘Abdillah Abu Zaid hafizhahullah. (Telah kami terbitkan dgn judul: Adakah Biji Tasbih pd Zaman Rasulullah j -pent.)
[14]. Shahih: Diriwayatkan oleh Ibnu Majah (no. 1115) dan dinilai shahih oleh al-Albani di dlm kitab Shahiih Ibni Majah.
[15]. Shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 883, 910).
[16]. Fat-hul Baari, syarah hadits no. 883.
[17]. Hasan: Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 347) dan dinilai hasan oleh al-Albani.
__________________________________________________________
TIDAK MEMISAHKAN ANTARA SHALAT JUM’AT DAN SHALAT SUNNAHNYA DENGAN PINDAH TEMPAT ATAU PEMBICARAAN
Di antara kaum muslimin ada yg mengerjakan shalat Jum’at, kemudian berdiri dan langsung mengerjakan shalat sunnah Ba’diyah. Dan ni jelas salah.
Yang benar adlh pindah ke tempat lain untk kemudian mengerjakan shalat sunnah / minimal berbicara meski hanya dgn sedikit dzikir / tasbih / yg semisalnya untk menyempurnakan pemisahan antara shalat Jum’at dgn shalat sunnahnya.
Yang menjadi dalil bagi hal tersebut adlh hadits yg diriwayatkan oleh Muslim di dlm kitab Shahiihnya dari ‘Umar bin ‘Atha’ bin Abil Khuwar:
Bahwa Nafi’ bin Jubair pernah mengutusnya menemui as-Saib, anak dari saudara perempuan Namr untk menanyakan kepadanya tentang sesuatu yg dilihatnya dari Mu’awiyah dlm shalat, maka dia menjawab, ‘Ya, aku pernah mengerjakan shalat Jum’at bersamanya di dlm maqshurah [1]. Setelah imam mengucapkan salam, aku langsung berdiri di tempatku semula untk kemudian mengerjakan shalat, sehingga ketika dia masuk, dia mengutus seseorang kepadaku seraya berkata, ‘Janganlah engkau mengulangi perbuatan itu lagi. Jika engkau telah mengerjakan shalat Jum’at, maka janganlah engkau menyambungnya dgn suatu shalat sehingga engkau berbicara / keluar (dari tempatmu), karena sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memerintahkan hal tersebut kepada kita, yaitu tak menyambung shalat sehingga kita berbicara / keluar.’ [2]
An-Nawawi rahimahullah mengatakan, Di dalamnya terdapat dalil atas apa yg dikemukakan oleh rekan-rekan kami [3] bahwa shalat-shalat nafilah rawatib dan jg yg lainnya disunnahkan untk berpindah dari tempat pelaksanaan shalat fardhu ke tempat lain.
Tetapi perlu saya kemukakan, shalat nafilah (sunnah) di rumah lebih afdhal (utama) dgn beberapa dalil berikut:
a. Hadits yg diriwayatkan oleh Muslim dari Jabir bin ‘Abdullah Radhiyallahu ‘anhuma, dia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Jika salah seorang di antara kalian selesai menunaikan shalat di masjid, maka hendaklah dia memberikan bagian untk rumah tersebut di dlm shalatnya, karena sesungguhnya Allah memberikan kebaikan di dlm rumahnya dari shalatnya itu. [4]
b. Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim, dari Ibnu ‘Umar Radhiyallahu ‘anhuma, dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Kerjakanlah sebagian dari shalat kalian di rumah-rumah kalian dan janganlah kalian menjadikannya laksana kuburan. [5]
An-Nawawi rahimahullah mengatakan, Artinya, shalatlah di rumah kalian dan janganlah engkau menjadikan tempat tinggal kalian itu seperti kuburan yg tak pernah ditempati untk shalat. Dan yg dimaksudkan di sini adlh shalat sunnah. Dengan kata lain: kerjakanlah shalat sunnah di rumah kalian. [6]
c. Diriwayatkan oleh asy-Syaikhan (al-Bukhari dan Muslim) dari Zaid bin Tsabit Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Hendaklah kalian mengerjakan shalat di rumah kalian, karena sebaik-baik shalat seseorang adlh di rumahnya, kecuali shalat wajib. [7]
MENINGGALKAN SHALAWAT ATAS NABI SHALLALLAHU ALAIHI WA SALLAM PADA HARI JUM’AT
Sebagian orang ada yg lalai untk bersha-lawat atas Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pd hari Jum’at, meskipun keutamaannya sangat besar, pahalanya pun begitu melimpah, khususnya pd hari Jum’at.
Telah diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud, dan al-Hakim, yg dinilai shahih olehnya serta disetujui oleh adz-Dzahabi dan al-Albani.
Dari Aus bin Aus Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Sesungguhnya sebaik-baik hari-hari kalian adlh hari Jum’at, karenanya perbanyak shalawat atas diriku pd hari tersebut, karena shalawat kalian akan diperlihatkan kepadaku.
Lalu para Sahabat bertanya, Wahai Rasulullah, bagaimana shalawat kami akan diperlihatkan kepadamu sedang engkau telah hancur lebur? Dia berkata, dia mengatakan, Telah rusak berserakan.
Maka beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengharamkan tanah dari memakan jasad-jasad para Nabi. [8]
Diriwayatkan oleh Abu Dawud dgn sanad yg hasan. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Tidaklah seseorang memberikan salam (shalawat) kepadaku melainkan Allah akan mengembalikan ruhku sehingga aku bisa menjawab salam (shalawat) padanya. [9]
Dan shighah (bentuk) shalawat atas Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yg paling baik adlh yg ditetapkan di dlm kitab ash-Shahiihain, sebagai berikut: Dari Ka’ab bin ‘Ujrah Radhiyallahu ‘anhu, ditanyakan, Wahai Rasulullah, mengenai salam kepadamu, maka kami telah mengetahuinya, tetapi bagaimana kami harus bershalawat kepadamu? Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Ucapkanlah, ‘Ya Allah, limpahkanlah shalawat atas Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah bershalawat atas Ibrahim dan keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau Mahaterpuji lagi Mahamulia. Ya Allah, berikanlah berkah kepada Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah berikan berkah kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau Mahaterpuji lagi Mahamulia. [10]
TIDAK MENGERJAKAN SHALAT TAHIYYATUL MASJID KETIKA KHATIB TENGAH MENYAMPAIKAN KHUTBAH
Di antara kaum muslimin ada yg selalu me-ngerjakan shalat Tahiyyatul Masjid, karena dia mengetahui bahwa shalat tersebut adlh sunnah muakadah (yang ditekankan).
Yang demikian itu didasarkan pd sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
Jika salah seorang di antara kalian masuk masjid, maka janganlah duduk sehingga mengerjakan shalat dua rakaat. [11]
Tetapi, jika dia masuk masjid ketika khatib sedang menyampaikan khutbah maka dia langsung duduk dan tak mengerjakan shalat Tahiyyatul Masjid. Dan jika ditanyakan kepadanya mengenai alasan tindakannya itu maka dia menjawab, karena aku pernah mendengar satu hadits dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yg di dalamnya beliau bersabda, Jika seorang khatib telah menaiki mimbar, maka tak ada shalat dan pembicaraan.
Maka dpt kami katakan bahwa hadits ni dha’if jiddan (lemah sekali) yg tak bisa dijadikan sebagai dalil pijakan. Telah diriwayatkan oleh ath-Thabrani di dlm kitab al-Kabiir dan di dlm sanadnya terdapat Ayyub bin Nuhaik, dia munkarul hadits. Oleh karena itu, hadits ni dinilai dha’if oleh al-Haitsami di dlm kitab Maj-ma’uz Zawaa-id (II/184) dan jg al-Hafizh Ibnu Hajar di dlm kitab Fat-hul Baari (II/409).
Sementara itu, al-Albani di dlm kitab, Sil-silah al-Ahaadiits adh-Dha’iifah (no. 87) mengatakan, Hadits ni bathil.
Bahkan telah ditegaskan perintah untk mengerjakan shalat dua rakaat tersebut bagi orang yg datang ketika khatib sedang menyampaikan khutbahnya. Di dlm kitab ash-Shahiihain disebutkan: Dari Jabir bin ‘Abdullah, dia berkata, Ada seseorang datang ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tengah menyampaikan khutbah kepada jama’ah pd hari Jum’at, lalu beliau bertanya:
Apakah kamu sudah mengerjakan shalat (Tahiyyatul Masjid), hai fulan?
Belum, jawabnya. Maka beliau bersabda:
Berdiri dan kerjakanlah shalat dua rakaat. [12]
Dalam riwayat Muslim disebutkan dari Jabir bin ‘Abdullah, dia berkata, Sulaik al-Ghathafani pernah datang ke masjid pd hari Jum’at sedang Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tengah memberi khutbah lalu dia langsung duduk, maka beliau berkata kepadanya, Wahai Sulaik, berdiri dan kerjakanlah shalat dua rakaat dan perpendeklah dlm mengerjakan shalat tersebut. Kemudian beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Jika salah seorang di antara kalian datang (ke masjid) pd hari Jum’at sedang imam tengah berkhutbah, maka hendaklah dia mengerjakan shalat 2 rakaat dan perpendeklah shalat tersebut. [13]
[Disalin dari kitab kitab al-Kali-maatun Naafi’ah fil Akhthaa' asy-Syaai’ah, Bab 75 Khathaan fii Shalaatil Jumu’ah. Edisi Indonesia 75 Kesalahan Seputar Hari dan Shalat Jum’at, Karya Wahid bin ‘Abdis Salam Baali. Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]
__________
Foote Note
[1]. Maqshurah adlh sebuah ruangan yg dibangun di dlm masjid.
[2]. Diriwayatkan oleh Muslim (no. 883) dan Abu Dawud (no. 1129).
[3]. Para penganut madzhab Imam asy-Syafi’i.
[4]. Diriwayatkan oleh Muslim (no. 778).
[5]. Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 1187) dlm kitab al-Jumu’ah, bab at-Tathawwu’ fil Buyuut. Muslim (no. 777) di dlm kitab Shalaatil Musaafiriin, bab Istihbaab Shalaatin Naafilah fil Bait.
[6]. Syarh Muslim (no. 777).
[7]. Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 6113) dan Muslim (no. 781).
[8]. Shahih: Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 1047), Ahmad (IV/8), dinilai shahih oleh Ibnu Hibban (no. 550), dan al-Hakim (I/278). Disepakati oleh adz-Dzahabi dan al-Albani dlm kitab Shaiihul Jaami’ (no. 2212) dan al-Arnauth dlm kitab Riyaadhush Shaalihiin (no. 529).
[9]. Hasan: Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 2041). An-Nawawi mengatakan di dlm kitab Riyaadhush Shaalihiin: Sanadnya shahih dan dinilai hasan oleh al-Albani di dlm kitab Shahiihul Jaami’ (no. 5679).
[10]. Shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 4797), Muslim (no. 406).
[11]. Shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 1167) dan Muslim (no. 714).
[12]. Shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 930) dan Muslim (no. 875).
[13]. Shahih: Diriwayatkan oleh Muslim (no. 875).
[Disalin dari kitab kitab al-Kali-maatun Naafi’ah fil Akhthaa' asy-Syaai’ah, Bab 75 Khatha-an fii Shalaatil Jumu’ah. Edisi Indonesia 75 Kesalahan Seputar Hari dan Shalat Jum’at, Karya Wahid bin ‘Abdis Salam Baali. Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]
Oleh : Wahid bin ‘Abdis Salam Baali.
MENGULUR WAKTU DATANG KE MASJID SEHINGGA KHATIB NAIK MIMBAR
Di antara kaum muslimin ada yg berlambat-lambat ketika mendatangi shalat Jum’at sehingga khatib naik mimbar. Padahal dgn demikian itu mereka telah kehilangan banyak kebaikan serta pahala yg melimpah.
Di dlm ash-Shahiihain (Shahiih al-Bukhari dan Shahiih Muslim) disebutkan, dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda
Barangsiapa mandi pd hari Jum’at seperti mandi junub kemudian dia berangkat ke masjid, maka seakan-akan dia berkurban dgn unta. Barangsiapa berangkat pd waktu kedua, maka seakan-akan dia berkurban dgn sapi. Barangsiapa berangkat pd waktu ketiga, maka seakan-akan dia berkurban dgn kambing yg bertanduk. Barangsiapa berangkat pd waktu keempat, maka seakan-akan dia berkurban dgn ayam. Dan barangsiapa berangkat pd waktu kelima, maka seakan-akan dia berkurban dgn telur. Jika imam (khatib) telah datang, maka Malaikat akan hadir untk mendengarkan Khutbah. [1]
Maksudnya, para Malaikat itu menutup lembaran catatan pahala bagi mereka yg terlambat sehingga tak mendapatkan pahala yg lebih bagi orang-orang yg masuk masjid (di saat khatib sudah naik mimbar). Pengertian tersebut diperkuat oleh hadits berikut ini:
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan dinilai hasan oleh al-Albani. Dari Abu Ghalib, dari Abu Umamah, dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Pada hari Jum’at para Malaikat duduk di pintu-pintu masjid yg bersama mereka lembaran-lembaran catatan. Mereka mencatat orang-orang (yang datang untk shalat), di mana jika imam (khatib) telah datang menuju ke mimbar, maka lembaran-lembaran catatan itu akan ditutup.
Lalu kutanyakan, Hai Abu Umamah, kalau begitu bukankah orang yg datang setelah naiknya khatib ke mimbar berarti tak ada Jum’at baginya?
Dia menjawab, Benar, tetapi bukan bagi orang yg telah dicatat di dlm lembaran-lem-baran catatan. [2]
TIDAK MANDI, TIDAK PULA MEMAKAI WANGI-WANGIAN, DAN TIDAK BERSIWAK PADA HARI JUM’AT
Di antara jama’ah ada jg yg mengabaikan masalah mandi dan memakai wangi-wangian pd hari Jum’at.
Padahal Islam menghendaki kaum muslimin supaya berkumpul pd hari Jum’at pd pertemuan mingguan dlm keadaan sesempurna mungkin, berpenampilan paling baik, serta memakai wangi-wangian yg paling wangi sehingga orang lain tak terganggu oleh bau yg tak sedap. Serta tak jg mengganggu para Malaikat.
Di dlm kitab ash-Shahiihain disebutkan, dari Abu Bakar bin al-Munkadir, dia berkata, ‘Amr bin Sulaim al-Anshari pernah memberitahuku, dia berkata, Aku bersaksi atas Abu Sa’id yg mengatakan, Aku bersaksi bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Mandi pd hari Jum’at itu wajib bagi tiap orang yg sudah baligh. Dan hendaklah dia menyikat gigi serta memakai wewangian jika punya. [3]
Di dlm kitab Shahiih al-Bukhari jg disebutkan, dari Salman al-Farisi, dia berkata, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
Tidaklah seseorang mandi dan bersuci semampunya pd hari Jum’at, memakai mi-nyak rambut / memakai minyak wangi di rumahnya kemudian keluar lalu dia tak memisahkan antara dua orang (dalam shaff) kemudian mengerjakan shalat dan selanjutnya dia diam (tidak berbicara) jika khatib berkhutbah, melainkan akan diberikan ampunan kepadanya (atas kesalahan yg terjadi) antara Jum’atnya itu dgn Jum’at yg berikut-nya. [4]
__________
Foote Note
[1]. Shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 881) dan Muslim (no. 850).
[2]. Hasan: Diriwayatkan oleh Ahmad (no. 21765) dan selainnya yg dinilai hasan oleh al-Albani di dlm kitab Shahiih at-Targhiib (no. 710).
[3]. Shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 880) dan Muslim (no. 846).
[4]. Shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 883).
__________________________
TIDAK MAU MENEMPATI BARISAN (SHAFF) PERTAMA MESKI DATANG LEBIH AWAL
Di antara jama’ah ada yg datang ke masjid lebih awal dan mendapati barisan pertama masih kosong, tetapi dia malah memilih untk menempati barisan kedua / ketiga agar bisa bersandar ke tiang misalnya, / memilih barisan belakang sehingga dia bisa bersandar ke dinding misalnya. Semuanya itu bertentangan dgn perintah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam untk segera menduduki barisan pertama yg didapatinya selama dia bisa sampai ke tempat tersebut, karena agungnya pahala yg ada padanya serta banyaknya keutamaan yg terkandung padanya. Dan seandainya dia tak bisa sampai ke tempat itu kecuali dgn cara undian, maka hendaklah dia melakukan hal tersebut sehingga dia tak kehilangan pahala yg melimpah itu.
Telah diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Seandainya orang-orang itu mengetahui apa yg terdapat pd seruan adzan dan shaff pertama kemudian mereka tak mendapatkan jalan, kecuali harus melakukan undian, niscaya mereka akan melakukannya. [1]
Dan dlm riwayat Muslim disebutkan:
Seandainya kalian / mereka mengetahui apa yg terdapat di shaff terdepan, niscaya akan dilakukan undian. [2]
Dengarlah keutamaan yg melimpah bagi orang yg bersuci dan bersegera mendatanginya.
Telah diriwayatkan oleh Abu Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasa’i, Ibnu Majah, yg dinilai hasan oleh at-Tirmidzi serta dinilai shahih oleh al-Albani di dlm kitab Shahiih as-Sunan, dari Aus bin Aus Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Barangsiapa mandi pd hari Jum’at dan membersihkan diri, lalu cepat-cepat dan bergegas, serta berjalan kaki dan tak menaiki kendaraan, jg mendekati posisi imam, kemudian mendengarkan lagi tak lengah, maka baginya tiap langkah amalan satu tahun, dgn pahala puasa dan qiyamul lail yg ada pd tahun itu. [3]
Mengenai penafsiran kalimat, ghassala wa ightasala, para ulama memiliki dua pendapat:
1. Membasahi kepala dan mandi, sebagai upaya membersihkan diri secara maksimal. Dan ni merupakan pendapat Ibnul Mubarak.
2. Mencampuri isterinya sehingga dia harus membersihkan diri dan mandi. Dan inilah pendapat Waki’.
Mereka menyunnahkan seseorang mencampuri isterinya pd hari Jum’at karena dua alasan:
a. Agar nafsu syahwatnya tersalurkan pd tempat yg halal sehingga dia berangkat menunaikan shalat Jum’at dan bisa menundukkan pandangan, mengonsentrasikan pikiran untk mendengarkan khutbah dan mengambil pelajaran dari nasihat yg disampaikan.
b. Mudah-mudahan dgn apa yg dilakukannya itu Allah akan memberikan berkah sehingga akan mengeluarkan dari tulang rusuknya anak-anak yg shalih, sehingga dgn demikian itu telah menanamkan benihnya pd hari yg penuh berkah, yaitu hari Jum’at. Di antara yg memperkuat makna itu adalah: Barangsiapa mandi seperti mandi janabat pd hari Jum’at dan kemudian pergi berangkat...
Bakkara wa ibtakara, ada yg mengatakan, Hal tersebut sebagai ta’kiid (penekanan) dan ada jg yg mengatakan: bakkara berarti berangkat pagi-pagi ke masjid. Ibtakara berarti mendengar khuthbah dari sejak awal.
Danaa min al-Imaam berarti menempati barisan-barisan pertama yg dekat dgn imam (khatib).
Fastama’a walam yalghu berarti mendengarkan khutbah dan tak lengah darinya oleh aktivitas lainnya.
MELANGKAHI PUNDAK JAMA’AH YANG DATANG LEBIH AWAL PADA HARI JUM’AT
Di antara kaum muslimin ada yg datang terlambat ke masjid, sehingga dia menyela jama’ah yg datang lebih awal dan duduk dgn melangkahi pundak mereka sehingga dia sampai ke barisan pertama. Dan ni jelas salah. Mestinya dia harus menempati tempat yg terakhir kali ia dapatkan.
Telah diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani, dari Jabir bin ‘Abdillah Radhiyallahu ‘anhu bahwasanya ada seseorang masuk masjid pd hari Jum’at sedang Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tengah menyampaikan khutbah, lalu dia melangkahi orang-orang, maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Duduklah, karena sesungguhnya engkau telah mengganggu (orang-orang) dan datang terlambat. [4]
ORANG YANG MASUK KE MASJID BERDIRI DAN MENUNGGU SAMPAI ADZAN SELESAI DIKUMANDANGKAN, BARU KEMUDIAN MENGERJAKAN SHALAT TAHIYYATUL MASJID
Sebagian orang jika memasuki masjid sedang khathib sudah berada di atas mimbar dan muadzin masih mengumandangkan adzan maka dia akan tetap berdiri sambil menunggu adzan selesai. Dan ketika muadzin selesai mengumandangkan adzan dan khatib menyampaikan khutbah, baru dia mulai mengerjakan shalat Tahiyyatul Masjid. Ini merupakan tindakan yg salah. Mendengar adzan adlh sunnah, sementara mendengar khutbah adlh wajib, sehingga yg wajib harus diutamakan. Oleh karena itu, tak diperbolehkan mengabaikan yg wajib untk menunaikan yg sunnah. Dengan demikian, yang benar adlh memulai shalat Tahiyyatul Masjid langsung ketika sampai di masjid meskipun muadzin tengah mengumandangkan adzan agar dia bisa mendengar khutbah secara lengkap.
BERBICARA SAAT KHUTBAH TENGAH BERLANGSUNG
Di antara jama’ah ada jg yg berbincang dgn orang secara perlahan di sekitarnya saat khutbah tengah berlangsung. Dan ni jelas salah, karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memerintahkan untk diam guna mendengarkan khutbah Jum’ah dgn seksama.
Sebagaimana yg telah kami sampaikan sebelumnya, yaitu satu hadits yg diriwayatkan empat perawi dan dinilai shahih oleh al-Albani dari Aus bin Aus Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:
Barangsiapa mandi pd hari Jum’at dan membersihkan diri, lalu cepat-cepat dan bergegas, serta berjalan kaki dan tak menaiki kendaraan, jg mendekati posisi imam, kemudian mendengarkan lagi tak lengah, maka baginya tiap langkah amalan satu tahun, dgn pahala puasa dan qiyamul lail yg ada pd tahun itu. [5]
Di dlm kitab ash-Shahiihain telah disebutkan dari Abu Hurairah, dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Jika engkau mengatakan kepada temanmu, ‘Diam,’ pd hari Jum’at dan imam sedang berkhutbah, berarti engkau telah berbuat sia-sia. [6]
Lalu apa hukuman bagi orang yg berbicara / melangkahi pundak jama’ah?
Hukumannya adlh tak ditetapkan baginya pahala shalat Jum’at dan dia jg tak akan mendapatkan keutamaannya, dan shalat Jum’at itu hanya akan menjadi shalat Zhuhur baginya.
Yang demikian itu didasarkan pd apa yg diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ibnu Khuzaimah yg dinilai hasan oleh Syaikh al-Albani, dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:
Barangsiapa mandi pd hari Jum’at, lalu memakai minyak wangi isterinya jika dia punya, dan mengenakan pakaian yg bagus, lalu tak melangkahi pundak orang-orang, serta tak lengah saat diberi nasihat (khutbah), maka hal itu menjadi penghapus dosa (kecil) antara keduanya. Dan barangsiapa lengah dan melangkahi pundak orang-orang, maka shalat Jum’atnya itu menjadi shalat Zhuhur baginya. [7]
__________
Foote Note
[1]. Shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 721) dan Muslim (no. 437).
[2]. Shahih: Diriwayatkan oleh Muslim (no. 439).
[3]. Shahih: Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 345), at-Tirmidzi (no. 496), an-Nasa-i (no. 1398), Ibnu Majah (no. 1087). Dinilai shahih oleh Syaikh al-Albani di dlm kitab Shahiih at-Tirmidzi (no. 496).
[4]. Shahih: Diriwayatkan oleh Ibnu Majah (no. 1115) dan dinilai shahih oleh Syaikh al-Albani di dlm kitab Shahiih Ibni Majah.
[5]. Shahih: Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 345), at-Tirmidzi (no. 496), an-Nasa'i (no. 1398), Ibnu Majah (no. 1087). Dinilai shahih oleh Syaikh al-Albani di dlm kitab Shahiih at-Tirmidzi (no. 496).
[6]. Shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 934) dan Muslim (no. 851).
[7]. Hasan: Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ibnu Khuzaimah (no. 347). Dinilai hasan oleh Syaikh al-Albani di dlm kitab Shahiih at-Targhiib (no. 720).
__________________________
JAMA’AH TIDUR SEMENTARA KHATIB TENGAH MENYAMPAIKAN KHUTBAHNYA
Sebagian orang tertidur sementara khatib sudah berada di atas mimbar. Dan ni jelas salah dan dia harus dibangunkan untk mendengarkan nasihat.
Ibnu Sirin mengatakan, Mereka memakruhkan tidur ketika khatib khutbah. Dan mereka berkata tegas mengenai hal tersebut. [1]
Dan disunnahkan bagi orang yg dihinggapi rasa kantuk untk pindah dari tempatnya ke tempat lain di masjid. Mengenai hal tersebut telah diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud, at-Tirmidzi, dan Ibnu Hibban dgn sanad shahih dari ‘Abdullah bin ‘Umar, dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
Jika salah seorang di antara kalian mengantuk di tempat duduknya pd hari Jum’at, maka hendaklah dia pindah (bergeser) dari tempat itu ke tempat lainnya. [2]
BERSANDARNYA SEBAGIAN ORANG KE DINDING DAN TIDAK MENGHADAP KHATIB
Ada sebagian orang yg dlm mendengarkan khutbah Jum’at lebih senang bersandar ke dinding / tiang dan tak menghadap ke arah khatib, bahkan mereka membelakanginya. Dan ni jelas bertentangan dgn petunjuk para Sahabat Nabi di dlm khutbah Jum’at dan jg bertolak belakang dgn etika mendengar khutbah.
Imam Ibnul Qayyim rahimahullahu mengatakan, Jika berkhutbah Jum’at, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri, sementara Sahabat-Sahabat beliau menghadapkan wajah mereka ke arah beliau. [3]
Dari Muthi’ al-Ghazal dari ayahnya dari kakeknya, dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam jika sudah menaiki mimbar, maka kami pun menghadapkan wajah kami ke arah beliau. [4]
Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu berkata, Jika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam sudah berdiri tegak di atas mimbar, maka kami langsung menghadapkan wajah kami ke arah beliau. [5]
Dari Abban bin ‘Abdullah al-Bajali, dia berkata, Aku pernah melihat ‘Adi bin Tsabit menghadapkan wajahnya ke arah khatib jika khatib itu berdiri sambil berkhutbah. Lalu aku tanyakan kepadanya, Aku lihat engkau menghadapkan wajahmu ke khatib? Dia menjawab, Karena aku pernah melihat para Sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan hal tersebut. [6]
Dari Nafi’, mantan budak Ibnu ‘Umar bahwa ‘Abdullah bin ‘Umar mengerjakan shalat sunnah pd hari Jum’at hingga selesai sebelum khatib keluar, dan ketika khatib telah datang sebelum khatib itu duduk, dia (‘Abdullah bin ‘Umar) menghadapkan wajah ke arahnya.
Imam Ibnu Syihab az-Zuhri rahimahullahu mengatakan, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam jika menyampaikan khutbahnya, maka mereka langsung mengarahkan wajah mereka kepadanya sampai beliau selesai dari khutbahnya"
Imam Yahya bin Sa’id al-Anshari rahimahullahu mengatakan, Yang sunnah untk dilakukan adlh jika khatib sudah duduk di atas mimbar pd hari Jum’at, maka hendaklah semua orang mengarahkan wajah ke arahnya. [7]
Al-Atsram mengatakan, aku pernah katakan kepada Abu ‘Abdullah [8], Ketika khatib berada agak jauh di sebelah kananku, maka apakah jika aku ingin menghadap kepadanya, aku harus mengalihkan wajahku dari arah kiblat?
Dia menjawab, Ya, arahkan wajahmu kepadanya. [9]
Imam Ibnu Qudamah rahimahullah mengatakan, Disunnahkan bagi orang-orang untk menghadap ke arah khatib jika dia tengah berkhutbah. Dan itu merupakan pendapat Malik, at-Tsauri, al-Auza’i, asy-Syafi’i, Ishaq, dan Ashabur rayi. [10]
Ibnu Mundzir rahimahullahu mengatakan, Hal itu bagaikan ijma’ (kesepakatan para ulama). [11]
At-Tirmidzi rahimahullahu mengatakan, Pengamalan terhadap hal tersebut dilakukan oleh para ulama dari kalangan Sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan jg yg lainnya mereka menyunnahkan untk menghadap ke khatib jika dia tengah berkhutbah. [12]
MEMAINKAN BIJI TASBIH ATAU KUNCI SAAT KHUTBAH BERLANGSUNG
Sebagian orang ada yg melakukan hal yg sia-sia baik dgn kunci-kunci / biji tasbih yg ada di tangannya saat mendengar khutbah Jum’at. Ini jelas bertentangan dgn ketenangan dan perhatian terhadap peringatan dan nasihat yg disampaikan kepadanya.
Bahkan hal tersebut masuk ke dlm kelengahan yg dilarang untk dilakukan. Sebagaimana yg diriwayatkan oleh Imam Muslim di dlm kitab Shahiihnya dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
Barangsiapa yg memegang batu kerikil berarti dia telah berbuat sia-sia. [13]
Dan terkadang ada jg salah seorang dari mereka yg mengeluarkan kayu siwak dan bersiwak saat khutbah tengah berlangsung. Ini jg termasuk dlm kategori lengah (berbuat sia-sia).
MEMISAHKAN DUA ORANG YANG DUDUK BERDAMPINGAN PADA HARI JUM’AT
Terkadang ada orang yg datang terakhir ke masjid, lalu melangkahi pundak-pundak jama’ah yg datang lebih awal serta memisahkan duduk orang-orang agar dia bisa sampai di barisan pertama. Dan ni merupakan satu hal yg dilarang oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Menurut Ibnu Majah dan dinilai shahih oleh al-Albani.
Dari Jabir bin ‘Abdullah Radhiyallahu ‘anhu bahwasanya ada seseorang masuk masjid pd hari Jum’at sedang Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tengah menyampaikan khuthbah, lalu dia melangkahi orang-orang, maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Duduklah, karena sesungguhnya engkau telah mengganggu (orang-orang) dan datang terlambat. [14]
Kemudian orang yg memisahkan di antara dua orang ini, yakni dgn melangkahi keduanya / duduk di antara keduanya benar-benar telah kehilangan pahala yg besar, yaitu yg disebutkan di dlm hadits yg diriwayatkan oleh al-Bukhari, dari Salman al-Farisi Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Tidaklah seseorang mandi pd hari Jum’at dan bersuci semampunya, memakai minyak rambut / memakai minyak wangi rumahnya kemudian keluar lalu dia tak memisahkan antara dua orang dan kemudian mengerjakan shalat sunnah dan selanjutnya dia diam (tidak berbicara) jika khatib berkhutbah, melainkan akan diberikan ampunan kepadanya (atas kesalahan yg terjadi) antara Jum’atnya itu dgn Jum’at yg berikutnya. [15]
Al-Hafizh rahimahullahu mengatakan, Setelah dilakukan penghimpunan terhadap jalan-jalan dan lafazh-lafazh hadits, maka tampak sekumpulan dari apa yg kami sampaikan tadi bahwa penghapusan dosa dari hari Jum’at ke Jum’at berikutnya itu dgn syarat adanya semua hal berikut ini:
a. Mandi dan membersihkan diri.
b. Memakai minyak wangi / minyak rambut.
c. Memakai pakaian yg paling bagus.
d. Berjalan kaki dgn penuh ketenangan.
e. Tidak melangkahi pundak jama’ah yg datang lebih awal.
f. Tidak memisahkan antara dua orang yg berdampingan.
g. Tidak mengganggu.
h. Mengerjakan amalan-amalan sunnah.
i. Diam.
j. Tidak melakukan aktivitas yg melengahkan [16]
Lebih lanjut, al-Hafizh Ibnu Hajar mengatakan, Di dlm hadits ‘Abdullah bin ‘Amr disebutkan, ‘Oleh karena itu, barangsiapa melangkahi orang / melakukan hal yg melengahkan, maka baginya shalat Jum’at itu hanya shalat Zhuhur semata" [17]
__________
Foote Note
[1]. Tafsiir al-Qurthubi (XVIII/117) dan al-Qaulul Mubiin (no. 346).
[2]. Shahih: Diriwayatkan oleh Ahmad (II/135), Abu Dawud (no. 119), at-Tirmidzi (no. 526), Ibnu Hibban (no. 2792) Ihsaan.
[3]. Zaadul Ma’aad (I/430).
[4]. Hasan bisyawaahidi (dengan beberapa penguatnya): Diriwayat-kan oleh al-Bukhari dlm kitab at-Taariikh al-Kabiir (IV/II/ 47). Dinilai hasan oleh al-Albani dgn beberapa syahidnya dlm kitabnya, Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah (no. 2080).
[5]. Hasan: Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi (no. 509) dan dinilai shahih oleh al-Albani di dlm kitab Shahiih at-Tirmidzi.
[6]. Hasan: Diriwayatkan oleh al-Baihaqi (III/198). Al-Albani mengatakan di dlm kitab Silsilah al-Ahaadiits ash-Shahiihah (V/114), Sanad ni jayyid. Dan diriwayatkan oleh Ibnu Majah (no. 1136) dari Adi bin Tsabit dari ayahnya dan dinilai shahih oleh al-Albani.
[7]. Hasan: Diriwayatkan oleh al-Baihaqi (III/199) dgn sanad hasan.
[8]. Yaitu Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah
[9]. Al-Mughni (III/172).
[10]. Ibid (III/172).
[11]. Ibid (III/172).
[12]. Sunan at-Tirmidzi: kitab al-Jumu’ah, bab Maa Jaa’a fii Istiqbaalil Imaam idzaa Khathaba.
[13]. Shahih: Diriwayatkan oleh Muslim (no. 857). Dan lihat kitab as-Subhah, Taariikhuhaa wa Hukmuhaa, Dr. Bakr bin ‘Abdillah Abu Zaid hafizhahullah. (Telah kami terbitkan dgn judul: Adakah Biji Tasbih pd Zaman Rasulullah j -pent.)
[14]. Shahih: Diriwayatkan oleh Ibnu Majah (no. 1115) dan dinilai shahih oleh al-Albani di dlm kitab Shahiih Ibni Majah.
[15]. Shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 883, 910).
[16]. Fat-hul Baari, syarah hadits no. 883.
[17]. Hasan: Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 347) dan dinilai hasan oleh al-Albani.
__________________________
TIDAK MEMISAHKAN ANTARA SHALAT JUM’AT DAN SHALAT SUNNAHNYA DENGAN PINDAH TEMPAT ATAU PEMBICARAAN
Di antara kaum muslimin ada yg mengerjakan shalat Jum’at, kemudian berdiri dan langsung mengerjakan shalat sunnah Ba’diyah. Dan ni jelas salah.
Yang benar adlh pindah ke tempat lain untk kemudian mengerjakan shalat sunnah / minimal berbicara meski hanya dgn sedikit dzikir / tasbih / yg semisalnya untk menyempurnakan pemisahan antara shalat Jum’at dgn shalat sunnahnya.
Yang menjadi dalil bagi hal tersebut adlh hadits yg diriwayatkan oleh Muslim di dlm kitab Shahiihnya dari ‘Umar bin ‘Atha’ bin Abil Khuwar:
Bahwa Nafi’ bin Jubair pernah mengutusnya menemui as-Saib, anak dari saudara perempuan Namr untk menanyakan kepadanya tentang sesuatu yg dilihatnya dari Mu’awiyah dlm shalat, maka dia menjawab, ‘Ya, aku pernah mengerjakan shalat Jum’at bersamanya di dlm maqshurah [1]. Setelah imam mengucapkan salam, aku langsung berdiri di tempatku semula untk kemudian mengerjakan shalat, sehingga ketika dia masuk, dia mengutus seseorang kepadaku seraya berkata, ‘Janganlah engkau mengulangi perbuatan itu lagi. Jika engkau telah mengerjakan shalat Jum’at, maka janganlah engkau menyambungnya dgn suatu shalat sehingga engkau berbicara / keluar (dari tempatmu), karena sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memerintahkan hal tersebut kepada kita, yaitu tak menyambung shalat sehingga kita berbicara / keluar.’ [2]
An-Nawawi rahimahullah mengatakan, Di dalamnya terdapat dalil atas apa yg dikemukakan oleh rekan-rekan kami [3] bahwa shalat-shalat nafilah rawatib dan jg yg lainnya disunnahkan untk berpindah dari tempat pelaksanaan shalat fardhu ke tempat lain.
Tetapi perlu saya kemukakan, shalat nafilah (sunnah) di rumah lebih afdhal (utama) dgn beberapa dalil berikut:
a. Hadits yg diriwayatkan oleh Muslim dari Jabir bin ‘Abdullah Radhiyallahu ‘anhuma, dia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Jika salah seorang di antara kalian selesai menunaikan shalat di masjid, maka hendaklah dia memberikan bagian untk rumah tersebut di dlm shalatnya, karena sesungguhnya Allah memberikan kebaikan di dlm rumahnya dari shalatnya itu. [4]
b. Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim, dari Ibnu ‘Umar Radhiyallahu ‘anhuma, dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Kerjakanlah sebagian dari shalat kalian di rumah-rumah kalian dan janganlah kalian menjadikannya laksana kuburan. [5]
An-Nawawi rahimahullah mengatakan, Artinya, shalatlah di rumah kalian dan janganlah engkau menjadikan tempat tinggal kalian itu seperti kuburan yg tak pernah ditempati untk shalat. Dan yg dimaksudkan di sini adlh shalat sunnah. Dengan kata lain: kerjakanlah shalat sunnah di rumah kalian. [6]
c. Diriwayatkan oleh asy-Syaikhan (al-Bukhari dan Muslim) dari Zaid bin Tsabit Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Hendaklah kalian mengerjakan shalat di rumah kalian, karena sebaik-baik shalat seseorang adlh di rumahnya, kecuali shalat wajib. [7]
MENINGGALKAN SHALAWAT ATAS NABI SHALLALLAHU ALAIHI WA SALLAM PADA HARI JUM’AT
Sebagian orang ada yg lalai untk bersha-lawat atas Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pd hari Jum’at, meskipun keutamaannya sangat besar, pahalanya pun begitu melimpah, khususnya pd hari Jum’at.
Telah diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud, dan al-Hakim, yg dinilai shahih olehnya serta disetujui oleh adz-Dzahabi dan al-Albani.
Dari Aus bin Aus Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Sesungguhnya sebaik-baik hari-hari kalian adlh hari Jum’at, karenanya perbanyak shalawat atas diriku pd hari tersebut, karena shalawat kalian akan diperlihatkan kepadaku.
Lalu para Sahabat bertanya, Wahai Rasulullah, bagaimana shalawat kami akan diperlihatkan kepadamu sedang engkau telah hancur lebur? Dia berkata, dia mengatakan, Telah rusak berserakan.
Maka beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengharamkan tanah dari memakan jasad-jasad para Nabi. [8]
Diriwayatkan oleh Abu Dawud dgn sanad yg hasan. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Tidaklah seseorang memberikan salam (shalawat) kepadaku melainkan Allah akan mengembalikan ruhku sehingga aku bisa menjawab salam (shalawat) padanya. [9]
Dan shighah (bentuk) shalawat atas Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yg paling baik adlh yg ditetapkan di dlm kitab ash-Shahiihain, sebagai berikut: Dari Ka’ab bin ‘Ujrah Radhiyallahu ‘anhu, ditanyakan, Wahai Rasulullah, mengenai salam kepadamu, maka kami telah mengetahuinya, tetapi bagaimana kami harus bershalawat kepadamu? Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Ucapkanlah, ‘Ya Allah, limpahkanlah shalawat atas Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah bershalawat atas Ibrahim dan keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau Mahaterpuji lagi Mahamulia. Ya Allah, berikanlah berkah kepada Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah berikan berkah kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau Mahaterpuji lagi Mahamulia. [10]
TIDAK MENGERJAKAN SHALAT TAHIYYATUL MASJID KETIKA KHATIB TENGAH MENYAMPAIKAN KHUTBAH
Di antara kaum muslimin ada yg selalu me-ngerjakan shalat Tahiyyatul Masjid, karena dia mengetahui bahwa shalat tersebut adlh sunnah muakadah (yang ditekankan).
Yang demikian itu didasarkan pd sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
Jika salah seorang di antara kalian masuk masjid, maka janganlah duduk sehingga mengerjakan shalat dua rakaat. [11]
Tetapi, jika dia masuk masjid ketika khatib sedang menyampaikan khutbah maka dia langsung duduk dan tak mengerjakan shalat Tahiyyatul Masjid. Dan jika ditanyakan kepadanya mengenai alasan tindakannya itu maka dia menjawab, karena aku pernah mendengar satu hadits dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yg di dalamnya beliau bersabda, Jika seorang khatib telah menaiki mimbar, maka tak ada shalat dan pembicaraan.
Maka dpt kami katakan bahwa hadits ni dha’if jiddan (lemah sekali) yg tak bisa dijadikan sebagai dalil pijakan. Telah diriwayatkan oleh ath-Thabrani di dlm kitab al-Kabiir dan di dlm sanadnya terdapat Ayyub bin Nuhaik, dia munkarul hadits. Oleh karena itu, hadits ni dinilai dha’if oleh al-Haitsami di dlm kitab Maj-ma’uz Zawaa-id (II/184) dan jg al-Hafizh Ibnu Hajar di dlm kitab Fat-hul Baari (II/409).
Sementara itu, al-Albani di dlm kitab, Sil-silah al-Ahaadiits adh-Dha’iifah (no. 87) mengatakan, Hadits ni bathil.
Bahkan telah ditegaskan perintah untk mengerjakan shalat dua rakaat tersebut bagi orang yg datang ketika khatib sedang menyampaikan khutbahnya. Di dlm kitab ash-Shahiihain disebutkan: Dari Jabir bin ‘Abdullah, dia berkata, Ada seseorang datang ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tengah menyampaikan khutbah kepada jama’ah pd hari Jum’at, lalu beliau bertanya:
Apakah kamu sudah mengerjakan shalat (Tahiyyatul Masjid), hai fulan?
Belum, jawabnya. Maka beliau bersabda:
Berdiri dan kerjakanlah shalat dua rakaat. [12]
Dalam riwayat Muslim disebutkan dari Jabir bin ‘Abdullah, dia berkata, Sulaik al-Ghathafani pernah datang ke masjid pd hari Jum’at sedang Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tengah memberi khutbah lalu dia langsung duduk, maka beliau berkata kepadanya, Wahai Sulaik, berdiri dan kerjakanlah shalat dua rakaat dan perpendeklah dlm mengerjakan shalat tersebut. Kemudian beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Jika salah seorang di antara kalian datang (ke masjid) pd hari Jum’at sedang imam tengah berkhutbah, maka hendaklah dia mengerjakan shalat 2 rakaat dan perpendeklah shalat tersebut. [13]
[Disalin dari kitab kitab al-Kali-maatun Naafi’ah fil Akhthaa' asy-Syaai’ah, Bab 75 Khathaan fii Shalaatil Jumu’ah. Edisi Indonesia 75 Kesalahan Seputar Hari dan Shalat Jum’at, Karya Wahid bin ‘Abdis Salam Baali. Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]
__________
Foote Note
[1]. Maqshurah adlh sebuah ruangan yg dibangun di dlm masjid.
[2]. Diriwayatkan oleh Muslim (no. 883) dan Abu Dawud (no. 1129).
[3]. Para penganut madzhab Imam asy-Syafi’i.
[4]. Diriwayatkan oleh Muslim (no. 778).
[5]. Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 1187) dlm kitab al-Jumu’ah, bab at-Tathawwu’ fil Buyuut. Muslim (no. 777) di dlm kitab Shalaatil Musaafiriin, bab Istihbaab Shalaatin Naafilah fil Bait.
[6]. Syarh Muslim (no. 777).
[7]. Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 6113) dan Muslim (no. 781).
[8]. Shahih: Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 1047), Ahmad (IV/8), dinilai shahih oleh Ibnu Hibban (no. 550), dan al-Hakim (I/278). Disepakati oleh adz-Dzahabi dan al-Albani dlm kitab Shaiihul Jaami’ (no. 2212) dan al-Arnauth dlm kitab Riyaadhush Shaalihiin (no. 529).
[9]. Hasan: Diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 2041). An-Nawawi mengatakan di dlm kitab Riyaadhush Shaalihiin: Sanadnya shahih dan dinilai hasan oleh al-Albani di dlm kitab Shahiihul Jaami’ (no. 5679).
[10]. Shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 4797), Muslim (no. 406).
[11]. Shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 1167) dan Muslim (no. 714).
[12]. Shahih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari (no. 930) dan Muslim (no. 875).
[13]. Shahih: Diriwayatkan oleh Muslim (no. 875).
[Disalin dari kitab kitab al-Kali-maatun Naafi’ah fil Akhthaa' asy-Syaai’ah, Bab 75 Khatha-an fii Shalaatil Jumu’ah. Edisi Indonesia 75 Kesalahan Seputar Hari dan Shalat Jum’at, Karya Wahid bin ‘Abdis Salam Baali. Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]
source : http://instagram.com, http://tempo.co
0 Response to "KESALAHAN2 DALAM SHOLAT JUM'AT"
Post a Comment