Beda antara posisi kita sebagai temen deket / sebagai fans itu gini...
Misal ya, Kamu punya temen deket seorang public figure, artis lah misalnya. Trus karena ingin membuat tiap pertemuan itu terekam abadi, kalian foto bareng.
Orang-orang yg liat foto kalian bilang, "Wah.. Foto sama artis". Salah! Salah banget sudut pandangnya. Karena kamu lagi foto sama temen deket kamu. Karena di dekatmu, si artis ni sudah menanggalkan keartisannya. Dia bisa jadi sangat manusiawi di depan mu. Bisa galau, bisa nangis, bisa kentut, bisa jayus, bisa bodoh di hadapan mu dan kalian pun berbagi sekantung penuh cerita... Tentang gula, garam, asam, dan mengkudu yg diramu sebegitu mengharubiru hingga kalian bisa solid barengan sampai sekarang. Walau di mata orang kamu adlh seorang mahasiswa pd umumnya dan dia artis. Tapi diantara kalian, tak berjarak. Kamu adlh dirimu sendiri dan begitupun dia yg diikat ketat dgn hati.
Beda kalau fans...
Barangkali fans memang tau A-Z kehidupan kamu lewat internet, tv, majalah, stalking, dll. Tapi, dia tak punya sekantung cerita dan ramuan itu. Saat foto bersama, bagaimanapun aroma yg terasa adlh antara fans dgn si idol. Fans selalu bangga bisa berfoto bersama idolanya. Tapi apa sang idola merasa senang berfoto denganmu? Barangkali, si Idol ni malah lupa pernah ketemu / sekedar inget nama. Padahal, sebegitu bangganya kamu memasang foto bersama idola di media sosial dan memasang foto itu besar-besar di kamar. Seolah ingin semua orang tahu bahwa kamu sudah berhasil bertemu sang Idola. Itu prestasi bagi sebagian orang. Kalau aku sih... Nggak.
Aku menghargai seseorang dgn karya dan pemikirannya. Jadi kalau suka dgn sesuatu, aku mengawetkannya di pikiran ku. Bukan berfoto bersama dan menaruhnya di media sosial.
Makanya aku nggak mau foto sama orang beken yg nggak akrab betul. Karena nggak mau masuk dlm Fans-Zone. Siapa dia emang? Artis? Pejabat? Penting gitu ngefans sama dia? Perlu bangga gitu ketemu sama dia? Nggak.
Begitulah hidup kita ini, kita bisa berperan sebagai seorang teman dekat, fans / sebagai pemain figuran yg berlalulalang dan tak perlu terlalu serius untk diperhitungkan.
Kebanyakan dari kita adlh orang dgn jiwa yg terlalu mudah tak stabil disebabkan karena orang-orang yg hanya sekedar berlalulalang di beberapa scene hidup yg dramatis tragis mengiris yg kita harap berakhir manis.
Inget, di luar orang yg cuma berlalulalang, ada orang setia support dan membesarkan diri kita. Sahabat dan Keluarga misal. Jangan sampai, karena kita tahu mereka selalu ada buat kita, kita malah semena-mena memperlakukan mereka sampai mereka merasa harus pamit dan akhirnya jadiseorang Lalulalang-Zone.
Aku sendiri, tak mau ambil pusing dgn orang yg perannya hanya lalulalang dlm hidup ku. Seperti kalau lagi jalan kaki di trotoar trus ada motor yg mau nyerempet badan kita dan parahnya malah dia yg marah-marah. Ya pasti aku akan kesal. Tapi aku tak akan memelihara lama-lama dlm rasa kesal itu. Tapi selanjutnya, aku harus terus berjalan. Mencapai tujuan ku, menatap kedepan dgn level kewaspadaan yg lebih meningkat.
Tentang hal itu, jadi inget pesen bapak pas aku lagi belajar motor dulu, "Di jalan, walau kita udah hati-hati, belum tentu orang lain hati-hati. Makanya harus awas (waspada- jawa) di Jalan. Jaga diri baik-baik."
Posisi Menentukan Sikap
Tahu kenapa penting untk tahu dimana posisi orang-orang sekitar kita dlm kehidupan kita? Aku pikir, agar kita dpt memikirkan porsi yg tepat dlm menempatkan dan memperlakukan orang seperti apa. Jangan sampai, kita membagi kantong cerita yg berharga kita pd orang yg hanya berlalu lalang. Atau, menganggap teman dekat kita sekedar fans yg kita pikir dia akan merasa beruntung dekat dgn kita yg padahal justru kita yg lebih beruntung dapet temen deket kayak dia.
Jadi... Ya hal itu penting aja. Penting banget buat ku malah...
The Last Words
Oke, 2 paragraf di bawah ni buat seseorang -yang entah statusnya berperan sebagai apa- yg kemaren sempet chatting dgn atmosfer nggak enak.
Karena sesuatu, aku jadi inget pas mata kuliah Ilmu Politik. Dosen nanya, kenapa cewek berqurba (bercadar) di Perancis itu sempat dilarang? Sebagian mahasiswa bilang karena nggak boleh terlalu menonjolkan simbol-simbol keagamaan di Perancis. Ini nggak salah-salah amat mengingat Perancis itu sekuler. Tapi aspek secara sosialnya adalah, nggak fair kalau cewek berburqa bisa mengenali wajah kita yg tak tertututup burqa sedang sebaliknya, kita ngak bisa ngenalin muka cewek itu. Dalam berkomunikasi kan penting untk bisa mengenali dgn siapa kita bicara.
Kalau kamu tanya aku, aku nggak mau menjalani hidup kayak persoalan cewek berburqa di Perancis ini. Kalau mau saling berbagi kantong cerita, aku telah membuka kantong ceritaku, Sebaiknya, kamu jg membuka kantong ceritamu.
Aku nggak pengen memperlakukan seseorang yg chatting tiap hari dgn akrab seperti salah satu narasumber wawancara media ku yg perlu ditanya supaya ngasih pandangannya terhadap sesuatu. Kecuali kalau aku digaji untk itu, maka aku akan melakukannya dgn profesional. Sesuai jam kerja, weekend dan hari besar libur.
Kecuali ya... Kamu hanya menempatkan dirimu di Fans-Zone / Lalulalang-Zone. :)
Gitu.
Sekian...
0 Response to "[curhat] Fans-Zone atau Lalulalang-Zone"
Post a Comment